PENDAHULUAN
System keuangan di Indonesia pada awal tahun 1990-an hampir serupa dengan apa yang dijumpai di kebanyakan Negara sedang berkembang lain, yaitu dominasi bank-bank komersial, yang menguasai sekitar 95 persen dari semua asset keuangan (Nasution, 1983). Peranan-peranan bank tersebut tidak terbagi secara merata, lima bank milik Negara bersama-sama dengan bank-bank swasta nasional dan bank-bank asing. Kebanyakan bank swasta merupakan bank komersial yang menyebar secara nasioanal dan beroperasi di pusat-pusat perkotaan, terutama dalam kegiatan pembiayaan ysaha perdagangan. Di daerah-daerah pedesaan terdapat beribu-ribu bank kecil dengan status yang berbeda-beda. Karena bank-bank kecil ini di larang memberikan fasilitas rekening giro, maka mereka digolongkan sebagai bank sekunder.
Suatu jenis bank baru muncul di Indonesia pada tahun 1992. Bank Islam pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), mulai membuka pintunya pada tahun 1992. Bank ini merupakan produk dari puluhan tahun pengalaman bank-bank sejenis di dunia Arab dan Malaysia. Tujuan BMI sebagai bank komersial sama dengan bank tradosional, yaitu mencari keuntungan. Perbedaannya adalah bank Islam berusaha melaksanakan tujuan tersebuut dengan tetap mentaati hokum Islam yang melarang pembayaran bunga. Kegiatan bank Islam berdasarkan prinsip pembagian keuntungan (profit sharing). Prinsip pembagian keuntungan dalam hal pengumpulan dana tampaknya tidak banyak menimbulkan masalah, apalagi jika tingkat bunga pasar digunakan sebagai patokan perhitungan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa BMI cukup berhasil dalam kegiatan pengumpulan dananya. Akan tetapi, pemberian pinjaman yang baik, yang sesuai dengan hukum islam, tampaknya lebih sulit untuk diterapkan. Disamping itu cara tersebut memerlukan biaya yang lebih tinggi. Bank tidak dilarang mensyaratkan jaminan, tetapi karena tidak adanya pembayaran bunga secara teratur, pemantauan keadaan keuangan para peminjam menjadi lebih rumit dan lebih tinggi biayanya. Hambatan lain adalah larangan untuk membebankan denda pada tunggakan (system bunga-berbunga). Hal ini menyulitkan bank untuk membujuk pinjaman-pinjaman yang menunggak agar amu melunasi hutang mereka. Walaupun biaya monitoring menjadi lebih tinggi, biaya perantaraan dari Bank Islam secara keseluruhan dapat saja berada di bawah tingkat bank tradisional karena biaya dana yang lebih rendah.
Reformasi keuangan secara drastis yang dijalankan pada tahun 1980-an telah mengubah iklim usaha perbankan Indonesia. Setahap demi setahap sebagian besar hambatan operasional telah dihilangkan. Kebijakan deregulasi ini berhasil untuk sangat memperbaiki mekanisme kompetisi pasar dalam sector perbankan. Hal ini juga berarti bahwa bank-bank yang telah mapan tidak dapat melindungi diri terhadap persaingan yang timbul akibat masuknya bank-bank baru. Peranan bank-bank milik Negara menjadi berkurang karena sector perbankan swasta nasional tumbuh denagn sangat cepat. Pada tahun 1980, 79 persen dari semua asset bank dimiliki oleh bank-bank millik Negara; pada tahun 1989, bagian mereka telah berkurang menjadi 68 persen. Sebaliknya dengan bank swasta; pasa tahun 1980 hanya 9 persen dari asset bank dipegang oleh banh swasta nasional; pada tahun 1989, jimlah ini meningkat menjadi 24 persen. Peraturan-peraturan deregulasi juga telah mempercepat pertumbuhan asset bank secara menyeluruh (Cole, 1990).
Struktur Perbankan Pedesaan (Rular Banking) di Indonesia
Lembaga-lembaga keuangan formal dapat dibedakan menurut luas jaringan kerja mereka. Mereka beroperasi pada lima tingkat administrasi pemerintah di Indonesia, yaitu :
^ Di Tingkat Nasional
Di tingkat nasional, lembaga-lembaga keuangan terwakili cukup baik. Lembaga-lembaga pada umumnya berkantor pusat di Jakarta dan mungkin memiliki cabang-cabang di seluruh Indonesia, tergantung ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter. Bank-bank milik Negara memiliki jaringan cabang-cabang yang terluas, akibat kebijakan perbankan selama periode penekanan sector keuangan (repressive period). Dalam masa itu pembukaan cabang baru oleh bank-bank swasta sangat dibatasi. Walaupun bank-bank komersial bebas untuk membuka cabang di pedesaan, mereka pada umumnya lebih menyukai pusat-pusat perkotaan. Tanpa bantuan subsidi, cabang bank-bank milik Negara yang berlokasi di pedesaan tidak akan menguntungkan, karena mereka diharuskan beroperasi dengan menawakan tingkat bunga yang rendah. Bank-bank komersial swasta, walaupun bank sentral tidak membatasi tingkat bunga mereka, menghindari daerah pedesaan karena mereka tidak teerbiasa melayani penduduk pedesaan dari mereka beranggapan bahwa pemberian kredit kepada usaha kecil besar resikonya dan oleh sebab itu, tidak menarik.
^ Di Tingkat Regional atau Propinsi
Tingkat kedua dalam organisasi Negara Republik Indonesia adalah propinsi, yang jumlahnya ada 27. Bank Pembangunan Daerah (BPD) dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah propinsi, dan lingkungan kerjanya adalah propinsi yang bersangkutan. Karena kurangnya dana jangka panjang dan tenaga ahli, maka sebagian besar pinjaman yang diberikan oleh BPD bersifat jangka pendek, dalam praktek BPD_BPD ini berfungsi sebagai bank komersial.
Beberapa Bank Pembangunan Daerah yang telah mapan memilki jaringan cabang-cabang sampai tingkat kabupaten.
Sangat sedikit bank swasta yang berkantor pusat di propinsi sebagian besar berkantor pusat di Jakarta. Bank-bank swsta menyukai Jakarta sebagai tempat kantor pusat mereka karena kota ini merupakan pusat utama sumber dana di Indonesia.
^ Di Tingkat Kabupaten
Satu propinsi terbagi atas beberapa kabupaten kemudian masing-masing dipecah lagi dalam beberapa kecamatan. Sampai saat ini belum ada lembaga keuangan yang ijinnya terbatas hanya untuk satu kabupaten, kecuali Bank Karya Produksi Desa (BKPD) yang didirikan pada pertengahan tahun 1960-an dan dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten. Bank-bank yang memiliki kantor di kabupaten adalah cabang dari bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang memiliki jaringan kerja nasional ataupun propinsi.
^ Di Tingkat Kecamatan
Ibukota kecamatan merupakan pusat penduduk di kawasan desa dan seringkali sekaligus menjadi pusat kegiatan bisnis orang-orang desa. Cabang-cabang bank dan organisasi keuangan lain yang berkantor di kecamatan dapat digolongkan sebagai pelaku-pelaku dari pasar keuangan pedesaan. Bank sekunder disebut juga “bank pasar” (atau bank pedagang kecil), kegiatan utama mereka adalah memberi pinjaman jangka pendek pada para pedagang kecil di pasar-pasar. Bank-bank pasar umumnya memiliki kantor di ibukota kecamatan. Sebagian besar bank pasar dimiliki oleh pihak swasta, tetapi beberapa diantara mereka dimiliki oleh pemerintah daerah. Dalam Undang-undang Perbankan tahun 1992, bank-bank ssekunder ini namanya diganti menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Walaupun bank-bank pasar melakukan kegiatan-kegiatan dari kantor-kantor yang terletak di ibukota kecamatan, mereka yakni bahwa mereka cukup dekat (berjalan kaki maupun mengendarai kendaraan) dengan desa-desa tempat nasabah mereka tinggal. Dilihat dari segi keuntungan, tingkat kegiatan ekonomi dan jumlah penduduk satu desa umumnya masih terlalu kecil untuk dimungkinkan pendirian satu cabang bank. Cara yang lebih efektif dilihat dari segi biaya (cost-effective) untuk meningkatkan pelayanan kepada penduduk pedesaan adalah membentuk unit-unit bank keliling atau pos-pos desa. Demikian pelayanan bank sampai kepada desa tetapi menjadi terbatas hanya beberapa jam setiap harinya atau hanya beberaoa hari setiap minggunya.
^ Di Tingkat desa
Bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang berkantor pusat tetap di desa pada umumnya berukuran kecil. Bank Kredit Desa dan Lumbung Desa, yang masing-masing aktif di Jawa Tengah dan Jawa Timur, merupakan bank sekunder yang didirikan oleh pemerintah colonial Belandapada tahun 1920-an sebagai bagian dari system perkreditan rakyat nasional (Verrijn Stuart 1934). Keduanya dikelola oleh pimpinan desa dan dimiliki oleh desa. Tugas utama mereka adalah memberikan pinjaman-pinjaman jangka pendek kepada orang-orang di desa itu. Peminjam diwajibkan menabung sebagian dari bunga yang dibayarkan olehnya, yang kemudian diperlakukan sebagai jaminan tunai jaminan tambahan tidak diperlukan.
Bank Kredit Desa dan Lumbung Desa adalah lembaga-lembaga yang murni dimiliki dan dikelola oleh desa. Pinjaman-pinjaman kecil disediakan dengan jadwal pembayaran kembali secar harian, 5-harian, mingguan, bulanan, atau musiman. Tim manajemen terdiri dari beberapa orang desa yang terpilih tim ini diketuai oleh kepak desa.
Lembaga-lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
Disamping bank-bank yang beroperasi di kawasan perkotaan dan pedesaan Indonesia, sejumlah lembaga keuangan bukan bank juga menyediakan jasa-jasa mereka kepada masyarakat. Lembaga-lembag ini berkembang sangat pesat selama tahun 1970-an dan sebagian besar 1980-an, ketika pemerintah mengatur dengan ketat pertumbuhan perbankan. Beberapa pemerintah propinsi memutuskan untuk mendirikan, pada tingkat propinsi, lembaga-lembaga jenis ini di daerah pedesaan dengan tujuan satu, menyediakan pinjaman bagi orang-orang miskin di pedesaan. Pada tahun 1992, terdapat lima lembaga keuangan seperti itu, yakni Lembaga Perkreditan Kecil di Jawa Barat, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, Lembaga Kredit Usaha Rakyat Kecil di Jawa Timur, Lumbung Putih Negeri di Sumatra Barat, dan Lembaga Perkreditan Desa di Bali.
Satu kelompok besar yang juga tergolong dalam lembaga keuangan formal dan beroperasi dipedesaan adalah koperasi. Koperasi-koperasi Unit desa (KUD) atau koperasi-koperasi serba usaha memperoleh ijin dan diawasi oleh Departemen Koperasi. Dengan bantuan pemerintah, KUD telah tumbuh menjadi suatu jaringan kerja yang luas. Pada tahun 1990 tercatat 7.408 unit terdaftar sebagai koperasi, tetapi mereka mengkhususkan diri hanya dalam kegiatan-kegiatan simpan-pinjam dikalangan anggota-anggota mereka sendiri setelah melalui seleksi yang ketat.
KESIMPULAN
Pemantauan secara menyeluruh dalam bab ini mengatur struktur dan profil sector perbankan di Indonesia, dan pulau jawa khususnya, dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pasar keuangan pedesaan terdiri dari bank-bank dan lembaga-lembaga keuanagn bukan bank.
Ada dua jenis bank di Indonesia: pertama adalah bank-bank primer yang besar. Untuk sebagian besar mereka terdiri atas bank-bank komersial yang memiliki jaringan kerja di pedesaan dan kedua, bank-bank sekunder kecil, yang memiliki kantor pusat di kecamatan (bank pasar) atau desa (Bank Desa dan Lumbung Desa). Kelomppok lembaga-lembaga keuangan bukan bank dapat membedakan antara:
• Perusahaan-perusahaan milik Negara
Termasuk didalamnya kantor pegadaian, yang merupakan suatu perusahaan monopoli milik Negara, serta kantor pos. kedua jaringan kerja ini bermula dari jaman colonial. Kantor-kantor pos di Indonesia menerima tabunagn dari masyarakat.
• Organisasi yang dimiliki oleh pemerintah daerah priponsi
Jaringan kerja pedesaan ini didirikan pada tahun 1970-an oleh beberapa pemerintah daerah propinsi dengan maksud menyediakan pinajaman bagi orang-orang miskin di pedesaan.
• Organisasi-organisasi swasta yang disponsori oleh pemerintah
Termasuk kedalam golongan ini Koperasi Unit Desa, yang merupakan koperasi serba usaha yang berjumlah besar dan tersebar di seluruh daerah pedesaan Indonesia.
• Perusahaan-perusahaan swasta yang didirikan oleh kalangan rakyat biasa (grassroot level).
2. Informasi yang terkumpul mengenai keuangan pedesaan seringkali tidak mencukupi, ketinggalan jaman, dan tidak konsisten. Selain itu sejumlah data yang tersedia seringkali tidak boleh disebarkan atau tidak dapat dikutip secara bebas. Penelitian yang tidak berpihak mengenai permasalahan ini sebenaranya sangat diperlukan, tetapi tanpa bantuan otoritas moneter, lembaga-lembaga keuangan pada umumnya tidak akan bersedia bekerja sama dengan pihak peneliti.
Sumber : Martokoesoemo, besar Soeksmono.1995. Di Luar Batas Sector Perbankan dan Keuangan Formal Indonesia. Institut Bankir Indonesia. Jakarta
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah penipuan oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 Juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah dia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan kehilangan Sety saya diperkenalkan dan diberitahu tentang Ibu Cynthia Dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya yang saya kirim langsung ke rekening bulanan.