Senin, 21 Februari 2011

Pembangunan Ekonomi dan Pinjaman luar Negeri

PENDAHULUAN
Kembali kepada masalah pembangunan ekonomi beserta dengan pembiyayaannya. Pinjaman luar negeri biasanya timbul karena suaru Negara mengalami kekurangan capital karena sumber-sumber dana di dalam negeri memang Cuma sedikit. Bagi Negara-negara sedang berkembang yang ingin mempercepat laju pertumbuhan ekonominyayang kemudian dapat menyamai tingkat hidup di Negara-negara yang sudah maju, investasi dalam jumlah yang cukup besar perlu di jalankan, sehingga hasilnya tidak akan hanya diserap oleh pertambahan penduduk saja.
Kalau suatu Negara mempunyai pinjaman, maka pengelolaan dari pinjaman Negara itu sangat penting demi kestabilan dan pertumbuhan dari pendapatan nasional. Adapun peranan pinjaman Negara dalam pembangunan ekonomi semakin meningkat apabila penerimaan Negara yang berasal dari sumber-sumber lain terlalu kecil untuk menutup pengeluaran-pengeluaran atau karena terlalu kecilnya dana tabungan yang tersedia untuk investasi. Tabungan di Negara-negara yang sedang berkembang rendah karena adanya lingkaran setan yang tak berujung pangkal (vicius circle) di Negara-negara tersebut bahwa Negara-negara itu miskin karena miskin. Dengan rendahnya dana tabungan yang ada dalam masyarakat maka pembangunan tak dapat dipercayakan kepada kemampuan swasta sehingga pemerintah terpakasa lebih aktif dalam mengusahakan berhasilnya pembanguna ekonomi di Negara-negara tersebut. Pemerintah-pemerintah di Negara sedang berkembang sangat aktif dalam usaha mengejar ketinggalannya terhadap Negara-negara maju.
Oleh karena itu kegiatan-kegiatan pemerintah semakin meningkat dengan berbagai program dan proyek pembangunan sehingga jelas bahwa pengeluaran-pegeluarannya juga meningkat.
ISI
>Pinjaman Luar Negeri Sebagai Sumber Kapital
Di Negara-negara sedang berkembang, kemungkinan bagi akumulasi capital terbatas karena di samping rendahnya produktivitas juga karena tingginya tingkat konsumsi baik untuk sector swasta maupun sector pemerintah yang di sebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan adanya efek pamer (international demonstration effects). Untuk dapat melaksanakan pembangunan ekonomi denagn baik dan karrena tersedianya barang-barang dan jasa di dalam negeri, mak diperlukan impor baik yang berupa impor bahan dasar maupun barang-barang capital termasuk pengetahuan teknik dan ahli-ahlinya. Agar supaya dapat memgimpor barang-barang tersebut, Negara-negara sedang berkembang harus memiliki devisa yang cukkup banyak dan untuk memdapatkan devisa itu, langkah pertama ynag harus di tempuh ialah meningkatkan kemampuan ekspor, dan cara yan g lain ialah mendapatkan bantuan luar negeri. Akan tetapi ekspor Negara-negara sedang berkembang sebagian besar berup produksi primer, sehingga penerimaan devisa dari hasil ekspor terlalu rendah disbanding dengan kebutuhan-kebutuhan impornya.
alasan mengapa barang-barang primer memberikan penerimaan devisa yang rendah adalah karena :
a. Rendahnya Elastisitas Permintaan
b. Ketidakstabilan Harga
c. Memburuknya Nilai Tukar
d. Penggunaan barang-barang Sintetis dan Barang-barang Substitusi
e. Tariff dan Kuota
>Pemilihan Antara Pinjaman dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri
Kegagalan dari tabungan dalam negeri guna menghadapi kebutuhan investasi, sserta kegagalan penerimaan Negara dari sumber di dalam negeri dalam melayani pengeluaran Negara, menyebabkan peranan pinjaman Negara menjadi meningkat. Pinjaman Negara ini seperti telah di katakan dapat berupa pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Apabila perbedaannya hanya karena perbedaan sumber atau asal bantuan, maka tidak akan sulit untuk melakukan pemilihan di antara mereka. Bagi Negara-negara yang kaya tingkat tabungan di Negara itu biasanya sudah tingkat tinggi, tetapi mungkin penerimaan pemerintah relatif rendah dan tidak cukup untuk menutup pengeluarannya. Hal ini menunjukan bahwa masih ada masalah pemilihan mana yang lebih baik untuk ditempuh untuk membiayai pengeluarannya apakah pinjaman dari luar negeri ataukah pinjam dari dalam negeri.
Pemilihan tersebut memerlukan beberapa pertimbangan berhubungan dengan sifat-sifat pinjaman itu seperti yang pernah di sebutkan di depan.
a. Pada Masa Penerimaan Pinjaman
b. Pada Masa Pembayaran Kembali Pinjaman
c. Kapasitas Meningkatkan Pendapatan Nasional
d. Tersedianya Dana dari Pinjaman dalam Negeri

>pinjaman Luar Negeri Dan Inflasi
Indonesia jelas termasuk dalam Negara-negara yang sedang berkembang dan rrencana pembangunan ekonomi Indonesia selalu dideking oleh pinjaman-pinjaman luar negeri oleh karena kurangnya dana capital di negeri tersebut. Aspek utama pinjaman luar negeri di setiap Negara adalah sama, tetapi cirri-ciri dari perekonomian Indonesia pada masa-masa sebelum tahun 1968 adalah inflasi yang cepat yaitu “hyper inflation” dan bahkan “sky-rocketing inflation”, sehingga akibat dari pinjaman-pinjaman luar negeri itu berbeda dengan di Negara-negara lain.
Pinjaman luar negeri berdasarkan pengalaman Indonesia dapat di gunakan untuk membendung inflasi melalui penggunaannya untuk mengimpor barang-barang baik barang konsumsi maupun alat-alat capital, sehingga harga-harga akan tetap kalau tidak bahkan menurun. Hal ini disebabkan karena sifat inflasi di satu pihak adalah adanya kebanjiran tenaga beli sebagai akibat dari besarnya pengeluaran pemerintah yang mencerminkan dalam deficit anggaran belanja dan di lain pihak adanya kekurangan barang-barang dan dari jasa-jasa. Memang kalau sebagian dari pinjaman luar negeri itu dipergunakan untuk mengimpor barang-barang modal, ini akan meningkatkan pendapatan nasional, melalui akibat pengganda dari pengeluaran pemerintah maupun investasi nasional. Tetapi sayangnya peningkatan dalam pendapatan nasioal itu tidak bersifat permanen dan segera akan berakhir, sedangkan pinjaman beserta dengan akibat-akibatnya akan tetap ada untuk jangka yang lama. Hal itulah yang merupakan sumber dari timbulnya masalah pinjaman. Terutama dalam masa inflasi, meskipun terdapat keuntungan yang besar dalam masa inflasi itu, tetapi akan ada suatu perbedaan harga antara harga barang-barang dalam negeri dan barang-barang impor dan biasanya barang-barang impor memiliki kualitas yang lebih baik dan harga-harga yang relatif lebih murah daripada barang-barang hasil produksi dalam negeri. Akibatnya ialah kenaikan-kenaikan dalam pendapatan nasional akan digunakan untuk mengimpor barang-barang tersebut (terutama barang-barang konsumsi) dan tidak akan ada yang ditabung, karena nilai mata uang itu selalu menurun. Dengan demikian pinjaman luar negeri hanya sekedar menciptakan beban baru, bagi Negara yang mengalami inflasi tersebut, setelah menolong untuk sementara.
>Kapasitas Untuk Membiayai Pinjaman Luar Negeri
Pinjaman luar negeri memiliki atau menghadapi beberapa rintangan atau pembatasan. Batasan umum adalah mengenai kapasitas Negara pinjaman tersebut untuk membayar kembali pinjaman dan bunganya di masa yang akan dating. Di Negara sedang berkembang, oleh karena lambannya pertumbuhan ekspor hasil-hasil produksi primer, penerimaan devisa dari hasil ekspor itu dipergunakan untuk mengimpor barang-barang yang perlu bagi pembangunan ekonominya dan hanya jumlah tertentu yang dipakai untuk membayar kembali pinjaman dan bunganya.
Sebenarnya pelunasan pinjaman luar negeri itu dapat dicapai melalui penarikan pajak, tetapi karena rendahnya tingkat pendapatan di Negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, maka untuk membayar pinjaman dalam bentuk bunga dan cicilan pokok pinjaman dengan penerimaan dari pajak saja sangat tidak cukup karena untuk menutup pengeluaran-pengeluaran rutin Negara saja kadang-kadang tidak cukup pula. Oleh seba itu maka Indonesia mengundur pembayaran utangnya.
>meringankan Beban Pinjaman
Beberapa tindakan telah diambil untuk meringankan beban pinjaman ini di antaranya melalui harus konsorsiuim bantuan (aid consortia). Sebagai missal pinjaman Pakistan sebesar $990 juta ditentukan kembali saat pengembaliannya (reschedule), India menerima $1,25 miliar peringanan pinjaman antara 1968 dan 1976 dari konsorsium bantuan (aid consortia) terutama untuk memperbaiki kualitas pada saat pembayaran “debt service” yang membatasi India untuk mencapai sumber-sumber devisa luar negeri. Biasanya peringanan beban pinjaman ini diperpanjang untuk periode 12 sampai 18 bulan dengan syarat Negara debitur harus menterapkan program stabilisasi yang disetujui oleh dana moneter internasional IMF (Internasional Monetary Fund).

KESIMPULAN
Di dalam mencari pinjaman luar negeri, suatu Negara hendaknya bersikap hati-hati yaitu mencari pinjaman dengan syarat-syarat yang termurah secara relative dalam perbandingannya dengan hasil produksi yang dapat diciptakan dari pinjaman tersebut. Dalam jangka pendek kapasitas memikul bebab utang itu sangat dipengaruhi oleh fluktuasi dalam perdagangan internasional dan dalam jangka panjang adalah sulit untuk menentukan karena tergantung pada berhasilnya pembangunan ekonomi.
Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia secara berangsur-angsur harus membayar utang yang telah diatur sedemikian jauh. Pinjaman-pinjaman baru hendaknya dalam jangka yang cukup pendek dapat memberikan hasil yang dapat menunjang pembayaran utang-utang yang telah ditunda itu. Syarat-syarat seperti itu merupakan batasan yang kaku untuk menggunakan pinjaman luar negeri. Ini berate bahwa cara yang paling meguntungkan pada saat itu untuk memperbaiki ekonomi Indonesia adalah melalui penarikan modal asing untuk ditanam di Indonesia. Akhirnya pinjaman luar negeri hendaknya digunakan hanya pada bidang-bidang kegiatan yang jelas-jelas tidak menarik bagi investor swasta asing.

Sumber : Suparmoko,M.”Keuangan Negara”, BPFE-Yogyakarta, Purwokerto-2000

Keuntungan Perdagangan

PENDAHULUAN
Keuntungan diperoleh suatu Negara dari aktivitas perdagangan, yang berarti berkaitan dengan kegiatan ekspor dan impor. Perdagangan (ekspor dan impor) seharusnya memberikan keuntungan bagi seluruh Negara yang terlibat di dalamnya. Konsep keunggulan komparatif dan keuntungan perdagangan internasional secara sederhana, yang melibatkan dua Negara dengan dua jenis komoditas yang diperdagangkan. Namun hampir keseluruhan bab ini membahas satu komoditas dan dua Negara, sebagai asumsi dari model yang di pakai untuk analisis perdagangan produk pertanian. Kasus dengan satu jenis komoditas lebih umum dan lebih mudah digunakan dalam analisis kebijakan perdagangan produk pertanian dari pada kasus dengan dua jenis komoditas.

ISI
Keunggulan Komperatif Sederhana
Indonesia Malaysia
Beras Gula Beras Gula
120 0 40 0
80 10 20 10
40 20 10 15
0 30 0 20
Tabel 2.1 Kemampuan Produksi Philipina dan Indonesia
Berdasarkan pola perdagangan antara Indonesia dan Philipina diasumsikan ada dua jenis komoditas perekonomian, yaitu beras dan gula. Kedua jenis komoditas tersebut memerlukan input yang sama, meliputi lahan, tenaga kerja, modal, dll. Juga diasumsikan adanya fixed supply di setiap Negara. Fungsi produk Indonesia adalah bahwa bila semua input digunakan untuk memproduksi beras maka 120 unit beras akan diperoleh, sementara di Philipina, 40 unit beras akan diperoleh jika semua input digunakan untuk memproduksi beras. Jika Indonesia dan Philipina menggunakan seluruh sumberdayanya untuk memproduksi gula, maka masing-masing Negara akan memproduksi 30 unit dan 20 unit. Table 2.1 menampilkan kemungkinan produksi setiap Negara bila seluruh sumberdaya yang tersedia digunakan.
Terlihat bahwa Indonesia dapat memproduksi lebih banyak beras dan gula daripada Philipina karena Indonesia memiliki lebih banyak sumberdaya. Indonesia memiliki keunggulan absolute dalam memproduksi beras dan gula. Keunggulan absolute sangat tidak relevan bagi perdagangan internasional karena hanya memberikan indikasi ukuran suatu Negara sebagai Negara kecil/besar atau total sumberdaya alam yang dimiliki. Selain fakta bahwa Indonesia memiliki keunggulan absolute untuk kedua jenis komoditas, kedua Negara tetap mendapatkan keuntungan dari perdagangan karena tingkat transformasi produk marginal (marginal rates of product transformation) yang menunjukan banyaknya produk tertentu yang harus dikorbankan untuk memproduksi produk lainnya bervariasi untuk kedua komoditas tersebut. Indonesia harus mengurangi 4 unit beras untuk meningkatkan produksi satu unit gula, sementara Philipina harus mengurangi 2 unit beras untuk meningkatkan satu unit gula. Hal ini memberikan Philipina suatu keunggulan komparatif dalam produksi gula karena sumberdayanya memiliki opportunity cost (dalam hal beras) lebih rendah untuk komoditas gula daripada Indonesia. Opportunity cost untuk beras lebih rendah di Indonesia. Perbedaan opportunity cost inilah yang dapat membuat kedua Negara memperoleh keuntungan dari perdagangan.
Keuntungan Perdagangan Dua Komoditas
Untuk Indonesia dengan dua komoditas gula dan beras, dalam hal ini diasumsikan bahwa terdapat persaingan sempurna, tidak ada tarif atau pajak, tidak ada biaya transportasi dan Negara skala kecil. Jika perdagangan dilakukan dan tidak ada hambatan perdagangan, batasan konsumsi di Indonesia sepanjang BKP (batas kemungkinan produksi) yang dimiliki tidak lagi berlaku, karena adanya impor dan ekspor. Segmen garis PP tidak relevan lagi karena Indonesia dapat berdagang pada harga relative dunia yang jauh berbeda bila dibandingkan dengan PP yang lain. Jika Indonesia adalah Negara kecil maka ia bias membeli atau menjual berapapun jumlah komoditas yang diinginkan tanpa mempengaruhi harga dunia (asumsi yang berlaku), dan harga relatif dunia (atau terms of trade) untuk komoditas beras lebih tinggi daripada harga relative Indonesia tanpa perdagangan, sehingga Indonesia akan mengekspor beras dan mengimpor gula.
Ekuilibrium Parsial untuk Satu Komoditas
Hampir seluruh buku ekonomi internasional memusatkan perhatian pada model dengan dua komoditas dan pasar dari factor produksi (seperti tenaga kerja dan modal) karena tertarik untuk mengamati pengaruh perdagangan terhadap pendapatan yang diperoleh atas penggunaan factor produksi tersebut. Para ahli ekonomi cenderung terfokus pada pasar output dan investigasi pada isu-isu perdagangan internasional yang berdampak pada pola perdagangan itu sendiri. Seringkali analisis mengenai pola perdagangan lebih mudah dibayangkan sebagai bagian dari model ekuilibrium (analisis penawaran dan permintaan) dengan satu komoditas dan banyak Negara. Ekuilibrium ini bersifat parsial Karena hanya mencakup harga barang tertentu sementara harga barang lain dianggap konstan. Model ini merupakan sarana yang sangat tepat untuk menunjukkan bagaimana perubahan variable mempengaruhi ekuilibrium suatu barang. Ketika perdagangan itu terjadi, batasan bahwa penawaran domestic sama dengan permintaan domestic menjadi tidak berlaku. Negara akan memperoleh surplus produksi atau mengonsumsi lebih dari yang mampu diproduksi sepanjang melakukan perdagangan internasional. Sebagai catatan, jika suatu Negara mengimpor satu jenis komoditas maka Negara tersebut harus mengekspor paling tidak satu jenis komoditas untuk menjaga keseimbangan perdagangannya.
Saat perdagangan dibuka, produsen beras mendapat keuntungan yang merupakan kompensasi dari kerugian yang dialami konsumen atas harga beras yang tinggi dan akan menjadi keuntungan bersih bagi para produsen beras. Hal ini jarang terjadi sebab terdapat banyak sekali produk Negara lain yang diperdagangkan sehingga Negara yang bersangkutan akan mengimpor produk tersebut dari Negara lain, dan pada akhirnya para konsumen akan mendapatkan keuntungan.
Pasar Dunia dan Negara Besar
Analisis tentang Negara skala kecil dengan satu komoditas mengansumsikan bahwa pasar dunia berfungsi dengan baik di dalam menentukan harga dan Negara kecil tersebut menggunakan harga pasar dunia untuk menentukan berapa banyak barang yang harus diproduksi dan dikonsumsi. Jika terdapat persaingan sempurna di seluruh dunia dan tidak ada eksternalitas, hambatan perdagangan dan juga biaya transportasi, harga di pasar dunia akan menjadi nilai yang sebenarnya bagi komoditas tersebut. Harga akan mencerminkan biaya produksi barang dan nilai barang yang dikonsumsi. Berdasarkan asumsi ini, ekuilibrium di pasar dunia terjadi ketika penjumlahan horizontal dari semua kurva penawaran domestic berpotongan dengan penjumlahan horisontaldari semua kurva permintaan domestic. Hal ini logis karena harga di pasar dunia akan terjadi bila penawaran di pasar dunia (atau biaya marjinal) sama dengan permintaan pasar dunia (atau nilai marjinal).
Biaya Transportasi
Bila asumsi biaya transportasi adalah nol sehingga biaya lain tidak ada maka harga dunia yang riil sesuai dengan harga dunia yang terjadi. Misalnya pada kasus beras di pasar dunia, tidak ada sesuatu hal yang mengubah harga tersebut. Walaupun terdapat banyak sekali harga beras yang berlaku di berbagai lokasi di dunia, biaya transportasi mencerminkan harga dari daerah produksi ke daerah konsumsi secara regional. Secara sederhana, analisis tentang kasus dua Negara dengan satu komoditas akan menimbulkan dua harga, yaitu harga di Negara pengekspor dan harga di Negara pengimpor di mana biaya transportasi per unit dari Negara pengekspor ke Negara pengimpor adalah konstan.
Karena diasumsikan tidak ada biaya transaksi (termasuk hambatan dalam perdagangan), arbitrase akan menjamin bahwa selisih harga antara Negara pengekspor dan Negara pengimpor tidak akan lebih besar daripada biaya transportasi. Jika tidak, para pedagang kan memperoleh keuntungan yang positif dengan membeli beras di Negara pengekspor dan menjual beras di Negara pengimpor.
PENUTUP
 Keuntungan perdagangan diperoleh suatu Negara karena mereka berkonsentrasi untuk memproduksi komoditas yang relative efisien dan melakukan perdagangan untuk komoditas yang diproduksi secara tidak efisien.
 Dengan batas kemungkinan produksi yang cekung maka akan terdapat spesialisasi yang tidak sempurna oleh suatu Negara. Mererka akan memproduksi beberapa kuantitas untuk masing-masing komoditas. Keuntungan perdagangan diukur melalui kenaikan konsumsi pada salah satu komoditas yang diperdagangkan.
 Suatu negara akan mengekspor suatu komoditas karena harga di pasar dunia lebih tinggi dari harga autarki Negara yang bersangkutan. Melalui ekspor, Negara akan mendapatkan keuntungan karena para produsen mendapatkan tambahan surplus yang lebih tinggi dibandingkan kehilangan surplus yang dialami konsumen. Suatu Negara akan mengimpor suatu komoditas karena harga di pasar dunia berada di bawah harga autarki Negara tersebut. Melalui impor, Negara akan memperoleh keuntungan karena konsumen mendapatkan tambahan surplus lebih tinggi disbanding kehilangan yang dialami produsen.
 Kurva akses penawaran dan permintaan merupakan cara yang paling tepat untuk menggambarkan situasi perdagangan jika Negara tersebut adalah Negara besar. Analisis statis komparatif memungkinkan adanya penjelasan mengenai perubahan harga dunia, perubahan penawaran dan keuntungan perdagangan.
 Pelanggaran terhadap asumsi bahwa biaya transportasi bernilai nol menyebabkan menurunnya perdagangan. Selanjutnya, paling tidak ada dua harga yang berlaku di dunia, harga di Negara pengimpor (yang lebih tinggi) dan harga di Negara pengekspor (yang lebih rendah).

Sumber : Bisnis dan Perdagangan Internasional/ Ratna Anindita & Michael R. Reed; - Ed. I . – Yogyakarta: ANDI,

Senin, 14 Februari 2011

Ekspor dan Impor Komoditas Penting Dalam Perdagangan Dunia

A . PENDAHULUAN
Transaksi perdagangan luar negeri yang lebih dikenal dengan istilah ekspor-impor pada hakikatnya adalah suatu transaksi yang sederhana dan tidak lebih dari membeli dan menjual barang antara pengusaha-pengusaha yang bertempat di Negara-negara yang berbeda. Namun dalam pertukaran barang dan jasa yang menyebrangi laut dan darat ini tidak jarang timbul berbagai masalah yang kompleks antara pengusaha-pengusaha yang mempunyai bahasa, kebudayaan, adat istiadat dan cara yang berbeda-beda.
Pengaruh keseluruhan dari perdagangan ekspor impor ini tanpa memandang penyebab-penyebabnya adalah untuk memberikan keuntungan bagi Negara-negara yang mengimpor dan mengekspor. Transaksi ekspor-impor secara langsung berpengaruh tehadap pertumbuhan ekonomi dari Negara-negara yang terlibat didalamnya.
Bagi perkembangan perekonomian Indonesia, transaksi ekspor-impor ini pun merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang penting. Dalam situasi perekonomian dunia yang masih belum menggembirakan saat ini berbagai usaha telah dilaksanakan Pemerintah Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan pencarian sumber-sumber devisa yang antara lain adalah meningkatkan transaksi-transaksi ekspor dan menekan pengeluaran-pengeluaran devisa dengan cara membatasi aktivitas-aktivitas impor.
Khusus dalam usaha untuk meningkatkan volume ekspor Indonesia, Pemerintah Indonesia beberapa tahun terakhir ini telah , melakukan berbagai deregulasi di bidang perdagangan dan perbankan dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang memberi kemudahan, dimulai dengan paket ekspor tahun 1982, system imbal beli (counter trade), Inpres tahun 1985 tentang penyempurnaan cara penanganan ekspor-impor untuk efisiensi dan peningkatan hasil Negara, yang diperkuat lagi dengan penyediaan kredit ekspor-impor yang terbuka juga bagi PMA dengan bunga 9% per tahun, yang sebelumnya hanya diberikan untuk pengusaha nasional.
Hasil bumi dan kekayaan alam yang biasanya diekspor adalah kopi, rempah-rempah. seperti : lada, pala, cengkeh, the, tembakau, hewan, dan hasilnya seperti : sapi, udang, ikan tuna, barang tambang : tembaga, batu bara, timah, nikel.
Hasil barang industry : kayu lapis, kayu gergajian, karet, tekstil, bahan-bahan makanan, perabot rumah tangga, serta kerajinan tangan dan alat-alat listrik, dan yang terakhir kendaraan bermotor dan pesawat terbang.
Dalam bidang impor, yang diperlukan untuk menunjang barang-barang ekspor umumnya yang diimpor adalah bahan baku industry, mesin-mesin, bahan-bahan kimia, ditambah dengan barang-barang modal untuk pelaksanaan pembangunan. Selain itu impor juga menyangkut bahan/barang kebutuhan konsumsi yang belum dapat diproduksi didalam negeri. Dalam melakukan transaksi impor tersebut dikenakan berbagai ketentuan atau pembatasan pada jenis barang/komoditi impor, dan persyaratan-persyaratan khusus pada komoditi tertentu termasuk tata cara penanganannya dan pengamanannya.
Negara mempunyai peraturan serta system perdagangan yang berbeda-beda, karena itu, baik para pengusaha/petugas bank, sangat perlu mengikuti perkembangan-perkembangan peraturan serta system perdagangan luar negeri, baik yang berlaku di Indonesia maupun di berbagai Negara lain.
B. ISI
Ekspor gandum dunia didominasi oleh lima Negara: Amerika Serikat, Perancis, Australia, Kanada, Argentina. Argentina merupakan eksportir penting pada tahun-tahun tertentu. Pola ekspor gandum telah mangalami perubahan di masa yang lalu karena subsidi yang dilakukan oleh Amerika dan Negara-negara Eropa. Perjanjian GATT baru-baru ini telah mengubah pola ekspor gandum secara signifikan terhadap ekspor Kanada, Austrilia dan Argentina. Pemimpin impor gandum pada tahun 2005 adalah Jepang (1,230 milyar US$), Italia (1,178 milyar US$), China (1,039 milyar US$), Mesir (1,039 milyar US$), dan Indonesia (0,799 milyar US$).
Amerika serikat adalah pengekspor jagung terbesar didunia, pada tahun 2005 mengekspor jagung senilai 5,038 milyar US$ atau sekitar 44,91% total ekspor didunia. Indonesia adalah pengimpor jagung dan kedelai dari Amerika. Saat ini harga jagung dunia naik akibat menurunnya pasokan jagung dari Amerika. Indonesia bahkan beralih mengimpor jagung dari Argentina. Hal ini karena pola ekspor jagung dunia telah mengalami perubahan akibat naiknya harga minyak bumi. Amerika dan China telah mengembangkan etanol jagung dan China memprioritaskan pengembangan ternak yang membutuhkan jagung dalam jumlah besar sehingga ekspor mereka menurun dan harga jagung dunia cenderung meningkat pada beberapa tahun terakhir. Ekspor China menurun dari sebesar 14.522 mentrik ton pada tahum 2002 menjadi sekitar 4000 mentrik ton di tahun 2006.
Ekspor kedelai dunia juga didominasi oleh Amerika Serikat, yang nilainya sekitar 50% dari nilai ekspor dunia (meskipun Negara-negara lain juga merupakan eksportir, yang paling penting adalah untuk komoditas minyak kedelai dan daging). Negara pengimpor kedelai yang penting lainnya adalah Jepang, Jerman, Meksiko, Belanda, Spanyol. Indonesia mengimpor rrelatif besar, yaitu sekitar 1,69% dari total impor dunia atau sekitar 0,308 milyar US$ pada tahun 2005.
Eksportir beras terbesar di dunia adalah Thailand, India, Pakistan, dan Amerika. Importer terbesar dunia adalah China, Jepang, Nigeria. Indonesia mengimpor sebesar 0,032 milyar US$ atau sekitar 0,54% dari total impor dunia pada tahun 2005.
Eksportir terbesar daging sapi di dunia adalah Italia, yaitu sebesar 0,029 milyar US$ atau sekitar 28,85% dari total impor dunia pada tahun 2005. Sedangkan ekspor daging ayam dunia dipegang oleh Brasilia, Amerika dan Belanda, yaitu masing-masing senilai 3,324 milyar US$ atau sekitar 31,90%, 2,111 milyar US% atau sekitar 20,27% dan 1,116 milyar US$% atau sekitar 11,17%.
Dalam perdagangan dunia, Indonesia mengandalkan produksi dari tanaman perkebunan, terutama kelapa sawit dan karet. Ekspor kelapa sawit Indonesia dalam bentuk minyak sawit adalah yang terbesar di dunia, yaitu sebesar 0,587 milyar US$ atau sekitar 47,12% dari total ekspor dunia pada tahun 2005. Diikuti oleh Malaysia, yaitu sebesar 0,487 milyar US$ atau sekitar 39,12% dari total dunia. Tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit adalah Jerman, Amerika, China dan Belanda, di mana masing-masing Negara mengimpor 0,174 milyar US$ atau 13,18%, 0,160 milyar US$ atau 11,76%, 0,144 milyar US$ atau sekitar 10,59 dan 0,133 milyar US$ atau sekitar 9,81% total ekspor dunia pada tahun 2005. Sedangkan ekspor karet alam Indonesia menduduki urutan kedua setelah Thailand. Ekspor karet Thailand sebesar 2,947 milyar US$ atau sekitar 36,90% total ekspor dunia sedangkan Indonesia sebesar 2,577 milyar US$ atau sekitar 32,26% total ekspor dunia pada tahun 2005. Negara pengekspor karet penting lainnya adalah Malaysia dan Vietnam. Tujuan utama ekspor karet dunia adalah China, Amerika dan Jepang, masing-masing sebesar 1,846 milyar US$ atau sekitar 22,36%, 1,433 milyar atau 17,36% dan 1,117 milyar US$ atau sekitar 14,22% dari total impor dunia.

C. PENUTUP
1. Perdagangan internasional menjadi sangat penting di sector pertanian Indonesia di mana nilai ekspor pertanian terus meningkat dari sebesar 41,2 juta US$ pada tahun 1980 menjadi 3.398,5 juta US$ pada tahun 2006 dan impor meningkat dari 17,4 juta US$ menjadi 2.919,0 juta US$.
2. Liberalisasi perdagangan, melalui GATT, merupakan stimulus yang penting bagi perdagangan internasional di semua jenis barang. Pergerakan kearah system nilai tukar bersamaan dengan peningkatan besar-besaran ekspor pertanian Amerika.
3. Amerika Serikat merupakan pemimpin eksportir produk pertanian di dunia. Eksportir penting lainnya adalah Perancis, Belanda dan Jerman adalah pemimpin importer di seluruh dunia, diikuti Jepang, Amerika Serikat dan Perancis.
4. Indonesia merupakan Negara eksportir pertanian dengan mengandalkan ekspor terbesar pada kelapa sawit dan karet. Tujuan utama ekspor minyak kelapa sawit adalah Jerman, Amerika, China dan Belanda dimana masing-masing Negara mengimpor 0,174 milyar US$ 13,18%, 0,160 milyar US$ atau 11,76%, 0,144 milyar US$ atau sekitar 10,59 dan 0,133 milyar US$ atau sekitar 9,81% total ekspor dunia pada tahun 2005. Masing-masing sebesar 1,846 milyar US$ atau sekitar 22,36%, 1,433 milyar atau 17,36% dan 1,117 milyar US$ atau sekitar 14,22% dari total impor dunia.