Kamis, 07 April 2011

Sektor Pertanian dan Struktur Perekonomian Indonesia

Sektor Pertanian dan Struktur Perekonomian Indonesia
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Kita sudah sering mendiskusikan topik ini jauh sebelum era reformasi tahun 1998. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.

Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.

Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.

Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.

Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.

Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.

Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.

Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.

Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.

Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.

Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.

Sumber : http://metrotvnews.com/metromain/analisdetail/2010/06/09/23/Sektor-Pertanian-dan-Struktur-Perekonomian-Indonesia

TUGAS 3

Untuk Npm genap ,

1.) Jelaskan dengan singkat mengenai :

Jawab :

a. Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.

Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi, yaitu :
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.


b. Modal asing
Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan utang, yang pada saatnya harus di bayar kembali. Modal asing di bagi ke dalam tiga golongan yaitu utang jangka pendek, utang jangka menengah dan utang jangka panjang.
c. Hutang Luar Negeri
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia.

2.) Sebutkan dan jelaskan manfaat modal asing ? (min 5)

Jawab :
a. Modal Asing atau Utang Jangka Pendek (Short-Term Debt)
Modal Asing atau Utang Jangka Pendek (Short-Term Debt)Modal asing jangka pendek adalah modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun. Adapun jenis-jenis yang termasuk ke dalam modal asing jangka pendek adalah rekening koran, kredit dari penjual, kredit dari pembeli dan kredit wesel.
1. Rekening Koran
Kredit rekening koran adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan dengan batasan tertentu dimana perusahaan mengambilnya tidak sekaligus melainkan sebagian demi sebagian sesuai dengan kebutuhannya, dan bunga yang di bayar hanya untuk jumlah yang telah di ambil saja, meskipun sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut.
2. Kredit Dari Penjual
Kredit penjual merupakan kredit perniagaan (trade-credit) dan kredit ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan kredit. Apabila penjualan dilakukan dengan kredit berarti bahwa penjual baru menerima pembayaran dari barang yang dijualnya beberapa waktu kemudian setelah barang diserahkan. Selama ini pembeli atau langganan dapat dikatakan menerima ”kredit penjual” dari penjual atau produsen. Selama waktu itupun berarti penjual atau produsen memberikan ”kredit penjual” kepada pembeli atau langganan. Pada umumnya perusahaan yang memberi kredit penjual adalah perusahaan industri, sedangkan perusahaan yang menerima adalah perusahaan perdagangan.
3. Kredit Dari Pembeli
Kredit pembeli adalah kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan mentahnya atau barang-barang lainnya. Di sini pembeli membayar harga barang yang dibelinya lebih dahulu, dan setelah beberapa waktu barulah pembeli menerima barang yang dibelinya. Selama waktu itu dapat dikatakan bahwa pembeli memberikan ”kredit pembeli” kepada panjual/ pemasok bahan mentah atau barang dagang. Pada umumnya kredit pembeli diberikan kepada perusahaan-perusahaan agraria yang menghasilkan bahan dasar, dan kredit ini diberikan oleh perusahaan-perusahaan industri yang mengerjakan hasil agraria tersebut sebagai bahan dasarnya.
4. Kredit Wesel
Kredit wesel ini terjadi apabila suatu perusahaan mengeluarkan ”surat pengakuan utang” yang berisikan kesanggupan untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan pada saat tertentu (surat promes/ notes payables), dan setelah ditandatangani surat tersebut dapat di jual atau diuangkan pada bank. Dari surat tersebut diperoleh uang sebesar apa yang tercantum dalam surat utang tersebut dikurangi dengan bunga sampai hari jatuh temponya. Dengan demikian maka ini berarti bahwa pihak yang mengeluarkan surat utang tersebut menerima kredit selama waktu mulai diuangkannya sampai saat dimana utang tersebut harus di bayar. Bagi bank atau pihak yang membeli promes tersebut (pembeli kredit), surat utang tersebut merupakan tagihan atau wesel tagih (notes receivables), dan bagi pihak yang mengeluarkan surat utang, surat utang tersebut merupakan utang wesel (notes payables).
b. Modal Asing atau Utang Jangka Menengah (Intermediate-Term Debt)
Modal asing atau utang jangka menengah adalah utang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun. Bentuk utama dari kredit jangka menengah adalah term loan dan leasing.
1. Term Loan
Term loan adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun. Pada umumnya term loan dibayar kembali dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu (amorization payment), misalkan pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan, setiap kuartal atau setiap tahun. Term loan ini biasanya diberikan oleh bank dagang, perusahaan asuransi, supplier atau manufaktur.
2. Leasing
Bentuk lain dari intermediate-term debt adalah leasing. Apabila kita ingin memiliki suatu aktiva, tetapi hanya menginginkan service dari aktiva tersebut, kita dapat memperoleh hak penggunaan atas suatu aktiva itu tanpa disertai dengan hak milik, dengan cara mengadakan kontrak leasing untuk aktiva tersebut. Dengan demikian leasing adalah suatu alat atau cara untuk mendapatkan service dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya sama seperti halnya kalau kita menjual obligasi untuk mendapatkan service dan hak milik atas aktiva tersebut dan bedanya pada leasing tidak disertakan hak milik. Lebih khususnya leasing adalah persetujuan atas dasar kontrak dimana pemilik dari aktiva (lessor) menginginkan pihak lain (lessee) untuk menggunakan jasa atas aktiva tersebut selama suatu periode tertentu. Ada tiga bentuk utama dari leasing yaitu sale and leaseback, services leases dan financial lease.
a. Sale and Leaseback
Sale and leaseback yaitu pemilik aktiva menjual aktivanya kepada leasing cooporation atau bank, dan bersama dengan itu dibuat kontrak leasing untuk menggunakan kembali aktiva yang telah dijual oleh pemilik aktiva tersebut selama periode tertentu dengan syarat tertentu. Dalam hal ini pembeli aktiva menjadi lessor (yang menyewakan) dan penjual aktiva akan menjadi leasse (penyewa).
b. Service Leases
Service leases atau operating lease memberikan service baik mengenai bidang financialnya maupun mengenai pemeliharaannya dalam bentuk aktiva atau perlengkapan. Dalam bentuk leasing ini sering terdapat kausal yang memberikan hak kepada leasse untuk membatalkan leasing itu dan mengembalikan peralatan itu kepada lessor sebelum habis waktu berlakunya tersebut. Misalnya karena faktor keuangan.
c. Financial Leasing
Financial leasing yaitu bentuk leasing yang tidak memberikan pemeliharaan atau maintenance service, tidak dapat dibatalkan dan harus diangsur, dalam hal ini lessor menerima pembayaran sewa dari leasse yang meliputi harga penuh dan bunga yang diinginkan lessor.
c. Modal Asing atau Utang Jangka Panjang (Long-Term Debt)
Utang jangka panjang adalah utang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari 10 tahun. Utang jangka panjang umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Adapun jenis atau bentuk-bentuk utama dari utang jangka panjang adalah:
1. Pinjaman Obligasi (Bonds-Payables)
Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang, untuk mana si debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nominal tertentu. Pembayaran kembali pinjaman obligasi dapat dijalankan secara sekaligus pada hari jatuh temponya atau berangsur setiap tahunnya. Apabila pelunasan sekaligus, maka sistem ini disebut ”shinkin funf system” sedangkan jika secara berangsur disebut ”amortization system”. Ada tiga macam jenis obligasi yaitu obligasi biasa, obligasi pendapatan dan obligasi yang dapat ditukarkan.
a.Obligasi Biasa (bonds)
Obligasi biasa ialah obligasi yang bunganya tetap di bayar oleh debitur dalam waktu-waktu tertentu, dengan tidak memandang debitur memperoleh keuntungan atau tidak. Biasanya coupon (bunga obligasi) di bayar dua kali setiap tahunnya.
b.Obligasi Pendapatan (Income bonds)

Income bonds adalah jenis obligasi dimana pembayaran bunga hanya dilakukan pada waktu-waktu debitur atau perusahaan yang mengeluarkan surat obligasi tersebut mendapatkan keuntungan. Tetapi disini debitur mempunyai “hak kumulatif” artinya apabila pada suatu tahun perusahaan menderita kerugian sehingga tidak dibayarkan bunga, dan apabila di tahun kemudiannya perusahaan mendapatkan keuntungan, maka kreditur tersebut berhak untuk menuntut bunga dari tahun yang tidak di bayar itu.
c.Obligasi yang Dapat ditukarkan (Convertible bonds)
Convertible bonds adalah obligasi yang memberikan kesempatan kepada pemegang surat obligasi tersebut untuk pada suatu saat tertentu menukarkannya dengan saham dari perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka jenis obligasi ini memungkinkan pemegang untuk mengubah statusnya, yaitu dari kreditur menjadi pemilik.
2. Pinjaman Hipotik (Mortgage)
Pinjaman hipotik adalah pinjaman jangka panjang dimana pemberi uang (kreditur) di beri hak hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, agar supaya bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang itu dapat di jual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.

3.) Sebutkan dan jelaskan dampak hutang luar negeri terhadap pembangunan diindonesia ? (min 5)
Jawab :
Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu ini pernah dicoba. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari sendi ekonomi nasionalnya.
Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.

Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.
Adanya kerapuhan Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya (Anggito Abimanyu. 2000:8).

Meningkatnya pertumbuhan investasi di Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.1 / tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang-Undang No.6 / tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia dari waktu ke waktu yang kemudian menciptakan iklim investasi yang kondusif selama proses pembangunan di Indonesia.

Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal (Zulkarnaen Djamin, 1996: 26).

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa utang luar negeri turut mendukung terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai sehingga banyak pemerintah negara yang sedang berkembang harus menarik dana dan pinjaman dari luar negeri. Selain itu, defisit pada neraca perdagangan barang dan jasa yang tinggi berhubungan juga dengan dilakukannya impor modal untuk menambah sumber daya keuangan dalam negeri yang terbatas.

Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi.

Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri.
Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli 2006 meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.
Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya (Hady Hamdy, 2001: 42).

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA) dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.


=>Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka Penulis terlebih dahulu mengemukakan permasalahan yang menjadi objek analisis penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, Penulis mengidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh utang luar negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
b. Bagaimana pengaruh penanaman modal asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?

=>Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penilitian yang masih perlu diuji dan dibuktikan secara empiris tingkat kebenarannya dengan menggunakan data-data yang berhubungan.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka Penulis membuat hipotesis sebagai berikut :
a. Utang Luar Negeri (Foreign debt) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus.
b. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, ceteris paribus.

=>Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan Penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
• Untuk mengetahui pengaruh Utang Luar Negeri (foreign debt) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
• Untuk mengetahui pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pemerintah terutama bagi instansi-instansi terkait.
2. Sebagai masukan bagi masyarakat Indonesia agar dapat mengetahui kondisi perekonomian Indonesia yang berhubungan dengan utang luar negeri dan PMA.
3. Untuk menambah wawasan Penulis dalam perekonomian Indonesia khususnya yang berhubungan dengan utang luar negeri dan penanaman modal asing.
4. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang sedang meneliti topik yang berkaitan dengan penelitian ini.



Sumber : - http://ilmumanajemen.wordpress.com/2009/01/17/sumber-modal/
-http://matakuliahekonomi.wordpress.com/2010/10/22/pengertian-utang-luar-negeri-atau-pinjaman-luar-negeri/
- http://skripsi-ilmiah.blogspot.com/2009/04/3-analisis-pengaruh-utang-luar-negeri.html

Selasa, 29 Maret 2011

Peran Negara dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

Pendahuluan

Tanggal 24 Mei 2008 kemarin, rakyat Indonesia telah diberi “hadiah” oleh pemerintah Indonesia berupa kenaikan BBM sebesar 30%. Di tengah penderitaan dan beban hidup yang sudah sangat berat, rakyat Indonesia harus mendapatkan tambahan beban yang semakin berat lagi. Jika keadaan ini terus-menerus berlangsung di negeri ini, bukan tidak mungkin tahun 2020 kelak, negara Indonesia benar-benar akan terbebas dari kemiskinan. Artinya, di negeri ini benar-benar sudah tidak ada penduduk yang miskin lagi. Mengapa? Sebab, penduduk miskin di Indonesia benar-benar sudah meninggal semuanya!

Ini semua tentu saja adalah sebuah ironisme! Mengapa? Indonesia adalah negara produsen minyak. Indonesia memiliki banyak sumur minyak dengan kandungan minyak mentahnya yang sangat besar. Oleh karena itu, seharusnya dengan kenaikan harga minyak dunia yang sudah melangit ini, negara Indonesia dapat menjadi negara yang kaya raya. Setiap hari rakyat Indonesia bisa kebanjiran dolar. Namun, mengapa yang terjadi adalah sebaliknya? Sekali lagi, sungguh ironis!

Fenomena di atas tentu saja merupakan sebagian kecil ironisme yang terjadi di Indonesia. Masih banyak ironisme lain yang terjadi di Indonesia. Di negeri yang memiliki julukan “zamrud di katulistiwa” ini, rakyatnya harus banyak yang mati kelaparan. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia tidak hanya berupa minyak bumi. Negeri kita telah dikaruniai oleh Allah SWT dengan limpahan tambang dan mineral, beragam sumber energi, berjuta sumber kekayaan hayati, ditambah lagi dengan pesona alamnya yang sangat elok. Indonesia sangat layak untuk disebut sebagai “surga” katulistiwa, yang ribuan pulaunya membentang dari Sabang sampai Merauke. Sekali lagi, mengapa rakyatnya harus hidup seperti ditengah-tengah kobaran api “neraka”?

Makalah ini akan berupaya untuk mengungkap fenomena ini, terutama dalam sorotannya terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang ada di Indonesia. Tulisan ini akan berangkat dengan sedikit analisis dengan pendekatan teori mikro dan makro ekonomi terhadap fenomena SDA. Dari pendekatan analisis ini, diharapkan kita dapat memahami bagaimana dampak yang akan diakibatkan jika pengelolaan SDA ini salah alamat. Pada bagian berikutnya, makalah ini akan berupaya untuk menunjukkan bagaimana pengelolaan SDA yang benar. Dengan pengelolaan SDA yang benar, diharapkan benar-benar akan memberikan keadilan dan kesejahteraan secara nyata bagi segenap rakyat Indonesia. Bukan hanya basa-basi.

Sumber Daya Alam dalam Tinjauan Ekonomi Mikro

Sumber daya alam merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia. Manusia dapat hidup dan menjalani kehidupan di dunia ini sangat bergantung kepada sumber daya alam. Terlebih lagi sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Keberadaan sumber daya ini sudah dapat disejajarkan dengan kebutuhan primer manusia yang lain, contohnya seperti sumber daya air, sumber daya energi, sumber daya hutan, dsb. Oleh karena itu, jika dalam masyarakat manusia terjadi kelangkaan sumber daya alam ini, maka akan menyebabkan manusia mengalami kesulitan hidup. Hal itu akan dapat memaksa manusia untuk berpindah tempat atau melalang buana ke tempat-tempat lain demi memperoleh sumber daya ini.

Dalam tinjauan ekonomi mikro, setiap komoditas yang banyak dibutuhkan manusia, yang menguasai hajat hidup orang banyak, dapat dikategorikan sebagai komoditas yang bersifat inelastis. Komoditas yang bersifat inelastis maknanya adalah, seberapapun harga yang berlaku terhadap komoditas ini, maka masyarakat akan tetap membelinya dalam jumlah yang relatif sama. Oleh karena itu, seberapapun kenaikan harga yang akan terjadi pada komoditas ini, jumlah permintaan terhadap komoditas ini akan relatif tetap.

Komoditas yang bersifat inelastis, jika digambarkan dalam bentuk kurva permintaan, maka bentuk kurvanya akan memiliki slope (kemiringan) yang bersifat tajam atau curam.

Jika kita memahami bahwa sumber daya alam adalah termasuk dalam kategori komoditas yang bersifat inelastis, maka konsekuensinya adalah: jika komoditas ini mengalami kenaikan harga, maka pendapatan total (total revenue) yang akan didapatkan oleh para penjual komoditas ini (produsen) akan semakin tinggi. Oleh karena itu, semakin tinggi harga komoditas ini, maka akan semakin besar pendapatan total yang akan diperoleh para penjualnya. Dalam teori ekonomi mikro, hal itu dapat dilihat dengan menggunakan rumus penghitungan Pendapatan Total sebagai berikut:

TR = P X Q

TR (Total Revenue) adalah pendapatan total. P (Price) adalah harga dari barang yang dijual. Q (Quantity) adalah jumlah barang yang diminta. Maka, dengan menggunakan ilustrasi kurva permintaan seperti di atas kita dapat melihat perubahan total pendapatan yang akan diperoleh jika komoditas yang bersifat inelastis tersebut mengalami kenaikan harga.

Apa makna dari semua itu? Secara mudah kita dapat menyimpulkan bahwa jika sumber daya alam itu dikuasai oleh pihak-pihak yang sangat rakus akan perolehan pendapatan yang besar, maka komoditas ini akan terus-menerus direkayasa (dengan menggunakan berbagai cara tentunya) agar komoditas ini senantiasa mengalami kenaikan harga.

Untuk melihat ada atau tidaknya rekayasa di balik kenaikan harga ini, secara mudah dapat dengan melihat apakah ada kenaikan permintaan terhadap komoditas ini atau tidak. Jika permintaan terhadap komoditas ini relatif tetap, maka terjadinya kenaikan harga komoditas ini dapat dikatakan sebagai kenaikan harga yang tidak wajar. Kemungkinan besar adalah akibat rekayasa dari pihak-pihak tertentu. Jika hal ini benar-benar terjadi, berarti akan menjadi malapetaka bagi dunia, terutama bagi rakyat jelata secara keseluruhan.

Sumber Daya Alam dalam Tinjaua Ekonomi Makro

Untuk melengkapi tinjauan dari aspek ekonomi ini, maka nilai strategis dari sumber daya alam ini selanjutnya dapat kita perluas lagi sudut pandangnya dalam skala ekonomi makro. Hal pertama yang harus kita fahami adalah bahwa SDA merupakan bagian penting dari faktor produksi, seperti dalam komoditas pertambangan, energi, hutan dsb. Dalam era industri seperti sekarang ini, kebutuhan terhadap SDA ini sangat besar, terutama sumber daya energi. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa keberadaan SDA ini akan memiliki pengaruh secara langsung terhadap biaya produksi secara agregat.

Oleh karena itu, naik turunnya harga dari komoditas SDA ini akan berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap naik turunnya biaya produksi. Selanjutnya, naik turunnya biaya produksi ini tentu juga akan berpengaruh langsung terhadap naik turunnya produksi nasional secara agregat. Dengan menggunakan pendekatan kurva AS-AD, kita dapat mengetahui bagaimana dampak yang akan ditimbulkan terhadap kondisi perekonomi secara makro, jika harga komoditas SDA ini mengalami kenaikan.

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan dengan gamblang bahwa apabila harga komoditas SDA mengalami kenaikan, maka secara ekonomi makro akan mengakibatkan terjadinya inflasi, yaitu harga-harga secara umum mengalami kenaikan, sekaligus di sisi lain akan meyebabkan pendapatan rakyat di negeri itu mengalami penurunan, alias rakyat akan menjadi semakin miskin.

Sumber Daya Alam dalam Tinjauan Sistem Ekonomi

Setelah kita memahami seluruh uraian di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pembahasan sumber daya alam tidak bisa hanya berhenti pada wilayah bagaimana cara memanfaatkannya secara efektif dan efisien semata, sebagaimana pembahasan yang selama ini dilakukan. Mengingat posisi strategis dari sumber daya alam bagi keberlangsungan ekonomi umat manusia secara keseluruhan, maka pembahasan seharusnya lebih kita fokuskan kepada persoalan yang paling fundamental, yaitu menyangkut keberadaan dari sumber daya alam itu sendiri.

Untuk keperluan pembahasan ini, kita harus memahami terlebih dahulu bahwa di dalam teori ekonomi konvensional, pembahasan bagaimana manusia dapat melakukan pengalokasian sumber daya secara efektif dan efisien, akan dimasukkan dalam pembahasan ilmu ekonomi. Sedangkan pembahasan tentang siapa dan bagaimana penguasaan atau kepemilikan terhadap sumber daya, akan dimasukkan dalam pembahasan sistem ekonomi.

Di dalam literatur ekonomi konvensional, sistem ekonomi yang ada di dunia ini hanya di bedakan menjadi dua, yaitu sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi komando. Sistem ekonomi pasar memiliki pandangan bahwa seluruh sumber daya yang ada di bumi ini penguasaannya atau kepemilikannya diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar bebas. Sistem ini lebih dikenal dengan sistem ekonomi liberalisme atau kapitalisme. Sedangkan sistem ekonomi komando memandang bahwa penguasaan atau kepemilikan sumber daya yang ada di bumi ini harus dikendalikan sepenuhnya oleh negara. Sistem ini lebih dikenal sebagai sistem ekonomi sosialisme atau komunisme.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, praktis keberadaan sistem ekonomi sosialisme sudah ditinggalkan, kecuali oleh beberapa negara kecil yang masih setia menggunakannya. Oleh karena itu, saat ini sistem ekonomi yang menguasai dunia tinggal satu, yaitu sistem ekonomi kapitalisme. Hampir tidak ada negara di dunia ini yang tidak menggunakan sistem ekonomi ini, termasuk Indonesia tentunya.

Jika kita mau merunut kembali perjalanan sejarah penerapan sistem ekonomi yang pernah berlangsung di Indonesia, maka kita dapat menyimpulkan bahwa penerapan sistem ekonomi kapitalisme di Indonesia semakin lama semakin “kaffah”, terutama setelah Indonesia memasuki era reformasi. Konsekuensi dari semakin kaffahnya penerapan ekonomi kapitalisme ini tentu akan berdampak langsung terhadap penguasaan berbagai sumber daya alam yang ada di negeri ini.

Sebagaimana prinsip dari mekanisme pasar bebas, maka siapa yang berhak untuk menguasai, bahkan memiliki segenap sumber daya alam di negeri ini? Jawabnya akan diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, siapa yang telah memenangkan kompetisi pasar bebas ini, jawabannya sangat mudah ditebak. Mereka itu tidak lain adalah para kapitalis yang memiliki modal besar, baik para kapitalis dalam negeri maupun luar negeri. Jika dua kelompok kapitalis tersebut dibandingkan, ternyata kaum kapitalis luar negeri-lah yang menang, dalam arti merekalah yang lebih banyak menguasai sumber daya alam di Indonesia.

Nah, dari sinilah sesungguhnya sumber dari segala sumber permasalahan tersebut terjadi. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, jika penguasaan sumber daya alam itu jatuh ke tangan manusia-manusia yang rakus, maka parade kenaikan harga komoditas SDA akan senantiasa menjadi tontonan yang akan selalu menghiasi berita-berita kita. Sebab, semua itu sudah menjadi konsekuensi logis sebagaimana yang telah kita bahas dalam tinjauan ekonomi di atas.

Sedangkan dampak dari kenaikan harga komoditas ini-pun sudah dapat kita fahami bersama, rakyat jelatalah yang akan menjadi korbannya. Jika hal ini dibiarkan berlangsung terus-menerus, maka Indonesia sebagai produsen SDA dunia yang sangat besar, rakyatnya benar-benar akan mengalami nasib laksana “ayam mati di atas tumpukan beras”.

Dengan demikian, jika kita masih mengharapkan adanya solusi yang tuntas terhadap permasalahan ini, maka kita sudah tidak bisa lagi mengharapkan solusi-solusi yang hanya ada dalam wilayah ilmu ekonomi semata. Solusi yang dibutuhkan seharusnya adalah solusi yang lebih bersifat fundamental, yaitu solusi yang mengarah pada terjadinya perubahan pada sistem ekonomi-nya.

Namun demikian, jika kita mau merubah sistem ekonomi mengikut kepada literatur ekonomi konvensional yang ada, maka kemungkinan yang terjadi adalah mengubah sistem ekonomi kapitalisme yang ada dirubah kepada sistem ekonomi sosialisme. Jika hal itu yang terjadi, maka sesungguhnya hal itu ibarat ingin keluar dari mulut buaya untuk masuk ke dalam mulut singa. Setali tiga uang. Oleh karena itu, bagi kita tidak ada peluang lain, kecuali kita harus mau menengok kepada alternatif sistem ekonomi yang lain, yaitu sistem ekonomi yang tidak masuk dalam kategori perbincangan teori ekonomi konvensional. Sistem ekonomi tersebut tidak lain adalah sistem ekonomi Islam.

Sumber Daya Alam dalam Perspektif Islam

Jika kita hendak memasuki wilayah pembahasan sistem ekonomi, maka pembahasan awal yang paling penting untuk dijawab adalah menyangkut pandangannya terhadap keberadaan seluruh sumber daya yang ada di dunia ini. Demikian juga dalam pembahasan sistem ekonomi Islam, kita harus memahami terlebih dahulu bagaimana pandangan sistem ekonomi Islam dalam memandang masalah sumber daya ini.

Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, harta kekayaan yang ada di bumi ini tidaklah bebas untuk dimiliki oleh individu, sebagaimana yang ada dalam pemahaman sistem ekonomi kapitalisme. Sebaliknya juga tidak seperti dalam pandangan sistem ekonomi sosialisme, yang memandang bahwa harta kekayaan yang ada di bumi ini harus dikuasai oleh negara. Di dalam sistem ekonomi Islam, status kepemilikan terhadap seluruh harta kekayaan yang ada di bumi ini dapat dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu:

Pertama: Kepemilikan individu, yaitu hukum syara’ yang berlaku bagi zat atau manfaat tertentu, yang memungkinkan bagi yang memperolehnya untuk memanfaatkannya secara langsung atau mengambil kompensasi (iwadh) dari barang tersebut.

Kedua: Kepemilikan umum, yaitu ijin Asy-Syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan suatu benda.

Ketiga:Kepemilikan negara, yaitu harta yang tidak termasuk kategori milik umum melainkan milik individu, namun barang-barang tersebut terkait dengan hak kaum muslimin secara umum.

Dari pembagian kepemilikan dalam ekonomi Islam tersebut, maka yang menjadi pertanyaan adalah, dimana posisi sumber daya alam seperti pertambangan, energi, hutan, air dsb? Jawabnya adalah masuk kategori yang kedua, yaitu kepemilikan umum. Pendapat ini dapat difahami berdasarkan pada dalil Hadits yang berasal dari Imam At-Tirmidzi yang meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasul untuk mengelola tambang garamnya, lalu Rasul memberikannya. Setelah dia pergi, ada seorang laki-laki dari majlis tersebut bertanya:

“Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (ma’u al-‘iddu)” Rasulullah kemudian bersabda: “Tariklah tambang tersebut darinya”.

Ma’u al-‘iddu adalah air yang tidak terbatas jumlahnya. Hadis tersebut menyerupakan tambang garam garam dengan air yang mengalir, karena jumlahnya tidak terbatas. Hadits ini menjelaskan bahwa Rasullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh. Hal itu menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam jika tambangnya kecil. Namun, tatkala beliau tahu bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang besar (seperti air yang mengalir), maka beliau mencabut pemberiannya dan melarang dimiliki oleh pribadi, berarti tambang tersebut merupakan milik umum.

Dalam hadits tersebut, yang dimaksudkan bukan hanya garamnya itu sendiri, melainkan tambangnya. Hal itu berdasarkan bukti, bahwa ketika Rasul SAW mengetahui bahwa tambang tersebut tidak terbatas jumlahnya, maka beliau mencegahnya, sementara itu beliau sejak awal sudah mengetahui bahwa itu merupakan garam yang diberikan kepada Abyadh. Dengan demikian, pencabutan tersebut bukan karena garam, tetapi karena tambang yang tidak terbatas jumlahnya. Abu Ubaid memberi komentar terhadap Hadits ini dengan penjelasan sebagai berikut:

“Adapun pemberian Nabi SAW kepada Abyadh bin Hambal terhadap tambang garam yang terdapat di daerah Ma’rab, kemudian beliau mengambilnya kembali dari tangan Abyadh, sesungguhnya beliau mencabutnya semata karena menurut beliau tambang tersebut merupakan tanah mati yang dihidupkan oleh Abyadh lalu dia mengelolanya. Ketika Nabi SAW mengetahui bahwa tambang tersebut (laksana) air yang mengalir, yang mana air tersebut merupakan benda yang tidak pernah habis, seperti mata air dan air bor, maka beliau mencabutnya kembali, karena sunnah Rasulullah SAW dalam masalah padang, api dan air menyatakan bahwa semua manusia berserikat dalam masalah tersebut, maka beliau melarang bagi seseorang untuk memilikinya, sementara yang lain tidak dapat memilikinya”.

Apabila garam tersebut termasuk dalam kategori tambang, maka pencabutan kembali Rasul terhadap pemberian beliau kepada Abyadh tersebut dianggap sebagai illat ketidakbolehan dimiliki individu, di mana garam tersebut merupakan tambang yang tidak terbatas jumlahnya, bukan karena garamnya itu sendiri yang tidak terbatas jumlahnya. Dari hadits di atas nampak jelas bahwa illat larangan untuk tidak memberikan tambang garam tersebut adalah karena tambang tersebut mengalir, yakni tidak terbatas.

Lebih jelas lagi berdasarkan riwayat dari Amru bin Qais, bahwa yang dimaksud dengan garam di sini adalah tambang garam, di mana beliau mengatakan: “ma’danul milhi” (tambang garam). Maka dengan meneliti pernyataan ahli fiqih, menjadi jelaslah bahwa mereka telah menjadikan garam termasuk dalam kategori tambang, sehingga hadits ini jelas terkait dengan tambang, bukan dengan garam itu sendiri secara khusus.

Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa Rasulullah telah memberikan tambang kepada Bilal bin Harits Al Muzni dari kabilahnya, serta hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam kitab Al Amwal dari Abi Ikrimah yang mengatakan: “Rasulullah saw.memberikan sebidang tanah ini kepada Bilal dari tempat ini hingga sekian, berikut kandungan buminya, baik berupa gunung atau tambang,” sebenarnya tidak bertentangan dengan hadits dari Abyadh, melainkan mengandung pengertian bahwa tambang yang diberikan oleh Rasulullah kepada Bilal adalah terbatas, sehingga boleh diberikan. Sebagaimana Rasulullah pertama kalinya memberikan tambang garam tersebut kepada Abyadh dan tidak boleh diartikan sebagai pemberian tambang secara mutlak, sebab jika diartikan demikian tentu bertentangan dengan pencabutan Rasul terhadap tambang yang telah beliau ketahui bahwa tambang tersebut mengalir dan besar jumlahnya. Jadi jelaslah bahwa kandungan tambang yang diberikan Rasulullah tersebut bersifat terbatas.

Hukum tambang yang tidak terbatas jumlahnya adalah milik umum, juga meliputi semua tambang, baik tambang yang nampak yang bisa diperoleh tanpa harus susah payah, yang bisa didapatkan oleh manusia, serta bisa mereka manfaatkan, semisal garam, antimonium, batu mulia dan sebagainya; ataupun tambang yang berada di dalam perut bumi yang tidak bisa diperoleh selain dengan kerja dan susah payah semisal tambang emas, perak, besi, tembaga, timah dan sejenisnya. Baik berbentuk padat, semisal kristal ataupun berbentuk cair, semisal minyak tanah, maka semuanya adalah tambang yang termasuk dalam pengertian hadits di atas.

Sedangkan menurut pendapat Al-‘Assal & Karim dengan mengutip pendapat Ibnu Qudamah dalam Kitabnya Al-Mughni mengatakan:

“Barang-barang tambang yang oleh manusia didambakan dan dimanfaatkan tanpa biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan (hak kepemilikan individualnya) selain oleh seluruh kaum muslimin, sebab hal itu akan merugikan mereka”.

Maksud dari pendapat Ibnu Qudamah adalah bahwa barang-barang tambang adalah milik orang banyak meskipun diperoleh dari tanah hak milik khusus, maka barang siapa menemukan barang tambang atau petroleum pada tanah miliknya tidak halal baginya untuk memilikinya dan harus diberikan kepada negara untuk mengelolanya.

Sedangkan untuk SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti sumber daya air, sumber daya energi, sumber daya hutan dsb, maka ada dalil lain yang menunjukan bahwa sumber daya itu masuk kategori kepemilikan umum.

Manusia itu berserikat (punya andil) dalam tiga perkara, yaitu: air, padang rumput, dan api (BBM, gas, listrik, dsb). (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Dalam Hadits di atas, selain menyebut air, padang rumput, Rasul SAW juga menyebut lafadz api, yang dimaksudkan adalah energi, seperti: listrik, BBM, gas, batubara, nuklir dsb. Dengan demikian, berbagai sumber daya yang disebut dalam Hadits di atas adalah masuk dalam kategori kepemilikan umum. Apa konsekuensinya? Konsekuensinya akan dibahas dalam politik ekonomi dari pengelolaan sumber daya alam tersebut.

Politik Ekonomi Sumber Daya Alam Islam

Setelah kita memahami bahwa sumber daya alam ternyata masuk dalam kategori kepemilikian umum, maka kita harus memiliki pandangan dengan tegas bahwa rakyatlah yang sesungguhnya menjadi pemilik hakiki sumber daya tersebut. Kepemilikan ini tidak bisa berpindah lagi, baik berpindah kepada negara, kepada swasta, apalagi kepada swasta luar negeri.

Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah, jika sumber daya alam termasuk kepemilikan umum, siapa yang harus mengelolanya? Jawaban menurut perspektif politik ekonomi Islam adalah negara. Namun, yang tetap harus diingat adalah bahwa tugas negara hanyalah mengelola, bukan memiliki. Tanggung jawab negara adalah mengelola seluruh sumber daya alam itu untuk digunakan sepenuhnya bagi kemakmuran rakyatnya.

Bagaimana jika negara menjual komoditas tersebut kepada rakyatnya? Jawaban dari pertanyaan ini dapat dilihat dari kelanjutan Hadits di atas. Dari Hadits di atas ada kalimat tambahan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Anas dari Ibnu Abbas, yang berbunyi: wa tsamanuhu haromun (dan harganya adalah haram). Maknanya adalah mengambil tsaman yaitu keuntungan dari harga yang diambil dengan menjual ketiga komoditas tersebut hukumnya adalah haram. Ketentuan tersebut masih dengan catatan, jika dalam pengelolaan tersebut negara harus terkena beban biaya produksi, maka negara bisa menjual komoditas tersebut kepada rakyat dengan harga sebatas beban biaya produksi tersebut.

Sebagai contoh adalah sebagaimana yang telah dikalkulasi oleh Kwik Kian Gie (Mantan Menko Ekuin) terhadap harga beban biaya produksi BBM di Indonesia. Menurut Kwik, biaya pemompaan (lifting), pengilangan dan transportasi, dari minyak mentah sampai menjadi BBM yang siap dijual di pompa-pompa bensin, ternyata hanya sebesar 10 dolar AS per barel. Jika nilai tukar rupiah adalah Rp. 10.000 per dolar AS, maka biaya produksi hanya sebesar Rp. 630 per liternya (1 barel sama dengan 150 liter).

Dengan demikian, jika ketentuan ekonomi Islam ini diterapkan, maka rakyat Indonesia bisa menikmati harga bensin sebesar Rp. 630 per liternya. Jika untuk kebutuhan konsumsi rakyatnya masih ada sisa, maka negara dapat mengekspornya dengan harga sebagaimana harga minyak dunia, kemudian keuntungannya harus diberikan kembali kepada rakyatnya, sebagai pemilik hakiki dari komoditas tersebut. Pengembalian keuntungan tersebut dapat diberikan dalam bentuk yang tidak langsung, seperti dalam wujud pendidikan dan kesehatan yang gratis. Demikian juga, pengembalian itu juga dapat diberikan dalam bentuk yang langsung, seperti untuk mencukupi kebutuhan pokok dari sebagian rakyatnya, jika memang masih ada yang miskin dan kekurangan.

Jika hal ini benar-benar dapat diwujudkan di negeri Indonesia ini, maka bukan tidak mungkin jaman keemasan Islam akan terulang kembali. Kita tentu masih ingat bagaimana kemakmuran yang terjadi di jaman kekhilafahan Umar bin Khattab. Umar pernah mengutus Muadz untuk memungut zakat dari penduduk Yaman, kemudian memerintahkan untuk membagikannya kembali kepada penduduk yang berhak di wilayah Yaman tersebut. Namun, ternyata Muadz harus menyerahkan zakat yang dipungut dari penduduk Yaman ke kas Baitul Mal (di Madinah), karena Muadz sudah tidak menjumpai lagi ada penduduk yang miskin di wilayah Yaman tersebut.

Kondisi itu juga terjadi dimasa kekhilafahan cucu Umar bin Khattab, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Yahya bin Said (petugas kekhilafahan) pernah mengalami kesulitan untuk membagi zakat di wilayah Afrika, karena sudah tidak dijumpai lagi orang-orang yang miskin di sana. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pada masa itu tidak hanya di Afrika, namun benar-benar telah meliputi seluruh wilayah kekhilafahan.

Ketika petugas yang diutus Khalifah sudah tidak menemukan mustahik zakat lagi, mereka kemudian diperintahkan untuk mencari orang yang masih memerlukan tambahan modal, untuk diberi tambahan modal secara cuma-cuma. Ternyata orang yang masih membutuhkan tambahan modal sudah tidak ada. Maka, petugas itu kemudian diperintahkan untuk mencari orang yang masih dililit hutang, untuk dilunasi hutang-hutangnya. Ternyata penduduk yang masih punya hutang juga sudah tidak ada. Selanjutnya petugas itu diperintahkan untuk mencari orang yang masih kesulitan untuk menikah karena tidak mampu membayar maharnya, untuk dibayarkan maharnya. Ternyata kelompok ini juga sudah tidak ditemukan lagi. Posisi keuangan dari Kas negara pada masa itu senantiasa dalam keadaan yang melimpah ruah dipenuhi dengan harta. Fenomena itu memang hanya dapat dijumpai di negeri yang “super makmur” tersebut.

Keadaan tersebut ternyata terus berlangsung dari masa ke masa selama 1300 tahun sepanjang jaman keemasan kekhilafahan Islam. Tidak pernah dijumpai sekolah maupun rumah sakit yang membayar. Sains dan teknologi maju dengan sangat pesat. Bagi mereka yang memiliki karya, maka negara akan mengganti emas seberat buku yang menjadi hasil karyanya. Para ulama’nya-pun memiliki ilmu dalam berbagai disiplin, baik bidang aljabar, kimia, biologi, fisika, kedokteran, maupun dalam ilmu fiqh itu sendiri. Mereka tidak pernah kenal lelah dalam belajar, mengajar dan berkarya. Mereka tidak perlu dipusingkan dengan beban untuk membayar sekolah atau beban beratnya biaya hidup untuk dirinya maupun keluarganya. Itulah indahnya kehidupan Islam.

Mengapa semua itu bisa terwujud? Sekali lagi, jawabnya tentu saja akan kembali kepada cara pengelolaan SDA yang benar. Dengan pengelolaan yang benar, diharapkan negara akan memiliki sumber-sumber penerimaan kas negara (Baitul Mal/APBN) yang besar, tanpa harus memungut pajak dari rakyatnya seperserpun!

Oleh karena itu, menjadikan sumber daya alam, baik pertambangan maupun energi, sebagai suatu komoditas yang dengan seenaknya bisa diperjualbelikan kepada rakyat, sesungguhnya merupakan tindakan yang menzalimi rakyat itu sendiri. Apalagi dijual dengan harga yang sangat mahal, hal itu tentu lebih menzalimi lagi.

Demikian juga, apabila negara memberi kesempatan bagi sektor swasta (terlebih lagi swasta asing) untuk menguasai sumber daya alam tersebut, hal itu dapat dikategorikan sebagai pengabaian amanah yang diberikan rakyat kepada negara untuk mengelola sumber daya alam demi kepentingan seluruh rakyatnya. Padahal Allah SWT dan Rasulullah SAW sangat mengecam tindakan zalim dan tindakan yang mengabaikan amanah tersebut.


Oleh karena itu, sebagai negeri penghasil tambang dan energi yang melimpah ruah seperti Indonesia ini tidak ada alasan lagi untuk mengatakan kekuarangan SDA, termasuk juga sumber daya energi sebagaimana yang dialami oleh negara-negara lain di dunia ini. Tentu saja dengan satu catatan bahwa penguasaan SDA tersebut benar-benar berada di tangan yang benar dan peruntukannya-pun kepada pihak yang benar. Dengan demikian, seharusnya Indonesia terus mengalami surplus SDA, termasuk surplus energi. Jika sampai terjadi kekurangan energi untuk konsumsi rakyatnya, masih banyak sumber energi alternatif lainnya, terutama yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik. Tidak harus selalu mengandalkan energi fosil yang cadangannya semakin menipis tersebut.

Kesimpulan

Dari seluruh uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat memberi kesimpulan sekali lagi bahwa, persoalan yang paling krusial menyangkut permasalahan sumber daya alam di negeri Indonesia ini sesungguhnya bukan terletak pada masalah langka atau tidaknya sumber daya ini, bukan juga pada masalah mahal atau tidaknya harga sumber daya alam ini di tingkat dunia. Termasuk juga, bukan masalah sulit atau tidaknya untuk mendapatkannya. Akan tetapi, semuanya hanya bermuara kepada keputusan politik ekonomi dari pengelolaan sumber daya itu sendiri. Pertanyaannya adalah, apakah pengelolaannya akan mengabdi kepada kepentingan segelintir kaum kapitalis ataukah akan mengabdi kepada kepentingan rakyat sebagai pemilik hakiki dari SDA tersebut?

Jika kita dapat mengembalikan posisi kepemilikan sumber daya alam kepada pemiliknya yang hakiki, yaitu rakyat, sedangkan tugas negara hanyalah mengelolanya untuk kepentingan seluruh rakyatnya, maka Insya Allah akan terurailah segenap persoalan benang ruwet dari sumber daya alam di negeri ini.


Tulisan ini merupakan makalah yag disampaikan penulis dalam Seminar Ekonomi Islam tentang Sumber Daya Alam yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Ekonomi Islam FSQ Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Sabtu 31 Mei 2008 di Aula Graha Abdi Persada Banjarmasin.

Referensi :
Ir. Dwi Condro Triono adalah pengurus DPD I HTI Yogyakarta, pengamat ekonomi Islam dan dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta, dan sedang menyelesaikan program S3 di Uiversitas Kebangsaan Malaysia.

Al-‘Assal, Ahmad Muhammad & Fathi Ahmad Abdul Karim, 1999, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, Alih Bahasa Imam Saefudin, Pustaka Setia, Bandung, Cet. I.

Al-Wa’ie. Krisis di Ladang Minyak. No. 92, Tahun VIII, 1-30 April 2008.

An Nabhani, Taqiyyudin. 1963. Muqaddimah Dustur. Tanpa Tempat Penerbitan. Tanpa Penerbit.

An Nabhani, Taqiyyudin. 1990. An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam. Beirut : Darul Ummah. Cetakan IV.

Boediono. 1992. Ekonomi Moneter. BPFE. Yogyakarta.

Boediono. 1999. Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta.

Chapra, Umar. 2000. Sistim Moneter Islam. Gema Insani Press. Jakarta.

Deliarnov. 1997. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Rajawali Press. Jakarta.

Hamid, Edy Suandi. Minyak dan Ketahanan Energi. Kedaulatan Rakyat, Kamis 13 Maret 2008.

Iskandar, B. Arief. Kesejahteraan Rakyat. Al-Wa’ie, No. 92, Tahun VIII, 1-30 April 2008.

Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., 1999, Makroekonomi, Alih Bahasa: Haris Munandar dkk., Erlangga, Jakarta.

Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., 1999, Mikroekonomi, Alih Bahasa: Haris Munandar dkk., Erlangga, Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern – Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Rajawali Press. Jakarta.

Tambunan, Tulus, 1998, Krisis Ekonomi dan Masa Depan Reformasi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Zallum, Abdul Qadim. Al Amwal fi Daulatil Khilafah. Beirut : Darul Ilmi lil Malayin. Cetakan I. 1983.

Minggu, 20 Maret 2011

SEKTOR KEUANGAN

PENDAHULUAN
System keuangan di Indonesia pada awal tahun 1990-an hampir serupa dengan apa yang dijumpai di kebanyakan Negara sedang berkembang lain, yaitu dominasi bank-bank komersial, yang menguasai sekitar 95 persen dari semua asset keuangan (Nasution, 1983). Peranan-peranan bank tersebut tidak terbagi secara merata, lima bank milik Negara bersama-sama dengan bank-bank swasta nasional dan bank-bank asing. Kebanyakan bank swasta merupakan bank komersial yang menyebar secara nasioanal dan beroperasi di pusat-pusat perkotaan, terutama dalam kegiatan pembiayaan ysaha perdagangan. Di daerah-daerah pedesaan terdapat beribu-ribu bank kecil dengan status yang berbeda-beda. Karena bank-bank kecil ini di larang memberikan fasilitas rekening giro, maka mereka digolongkan sebagai bank sekunder.
Suatu jenis bank baru muncul di Indonesia pada tahun 1992. Bank Islam pertama, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), mulai membuka pintunya pada tahun 1992. Bank ini merupakan produk dari puluhan tahun pengalaman bank-bank sejenis di dunia Arab dan Malaysia. Tujuan BMI sebagai bank komersial sama dengan bank tradosional, yaitu mencari keuntungan. Perbedaannya adalah bank Islam berusaha melaksanakan tujuan tersebuut dengan tetap mentaati hokum Islam yang melarang pembayaran bunga. Kegiatan bank Islam berdasarkan prinsip pembagian keuntungan (profit sharing). Prinsip pembagian keuntungan dalam hal pengumpulan dana tampaknya tidak banyak menimbulkan masalah, apalagi jika tingkat bunga pasar digunakan sebagai patokan perhitungan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa BMI cukup berhasil dalam kegiatan pengumpulan dananya. Akan tetapi, pemberian pinjaman yang baik, yang sesuai dengan hukum islam, tampaknya lebih sulit untuk diterapkan. Disamping itu cara tersebut memerlukan biaya yang lebih tinggi. Bank tidak dilarang mensyaratkan jaminan, tetapi karena tidak adanya pembayaran bunga secara teratur, pemantauan keadaan keuangan para peminjam menjadi lebih rumit dan lebih tinggi biayanya. Hambatan lain adalah larangan untuk membebankan denda pada tunggakan (system bunga-berbunga). Hal ini menyulitkan bank untuk membujuk pinjaman-pinjaman yang menunggak agar amu melunasi hutang mereka. Walaupun biaya monitoring menjadi lebih tinggi, biaya perantaraan dari Bank Islam secara keseluruhan dapat saja berada di bawah tingkat bank tradisional karena biaya dana yang lebih rendah.
Reformasi keuangan secara drastis yang dijalankan pada tahun 1980-an telah mengubah iklim usaha perbankan Indonesia. Setahap demi setahap sebagian besar hambatan operasional telah dihilangkan. Kebijakan deregulasi ini berhasil untuk sangat memperbaiki mekanisme kompetisi pasar dalam sector perbankan. Hal ini juga berarti bahwa bank-bank yang telah mapan tidak dapat melindungi diri terhadap persaingan yang timbul akibat masuknya bank-bank baru. Peranan bank-bank milik Negara menjadi berkurang karena sector perbankan swasta nasional tumbuh denagn sangat cepat. Pada tahun 1980, 79 persen dari semua asset bank dimiliki oleh bank-bank millik Negara; pada tahun 1989, bagian mereka telah berkurang menjadi 68 persen. Sebaliknya dengan bank swasta; pasa tahun 1980 hanya 9 persen dari asset bank dipegang oleh banh swasta nasional; pada tahun 1989, jimlah ini meningkat menjadi 24 persen. Peraturan-peraturan deregulasi juga telah mempercepat pertumbuhan asset bank secara menyeluruh (Cole, 1990).
 Struktur Perbankan Pedesaan (Rular Banking) di Indonesia
Lembaga-lembaga keuangan formal dapat dibedakan menurut luas jaringan kerja mereka. Mereka beroperasi pada lima tingkat administrasi pemerintah di Indonesia, yaitu :
^ Di Tingkat Nasional
Di tingkat nasional, lembaga-lembaga keuangan terwakili cukup baik. Lembaga-lembaga pada umumnya berkantor pusat di Jakarta dan mungkin memiliki cabang-cabang di seluruh Indonesia, tergantung ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter. Bank-bank milik Negara memiliki jaringan cabang-cabang yang terluas, akibat kebijakan perbankan selama periode penekanan sector keuangan (repressive period). Dalam masa itu pembukaan cabang baru oleh bank-bank swasta sangat dibatasi. Walaupun bank-bank komersial bebas untuk membuka cabang di pedesaan, mereka pada umumnya lebih menyukai pusat-pusat perkotaan. Tanpa bantuan subsidi, cabang bank-bank milik Negara yang berlokasi di pedesaan tidak akan menguntungkan, karena mereka diharuskan beroperasi dengan menawakan tingkat bunga yang rendah. Bank-bank komersial swasta, walaupun bank sentral tidak membatasi tingkat bunga mereka, menghindari daerah pedesaan karena mereka tidak teerbiasa melayani penduduk pedesaan dari mereka beranggapan bahwa pemberian kredit kepada usaha kecil besar resikonya dan oleh sebab itu, tidak menarik.

^ Di Tingkat Regional atau Propinsi
Tingkat kedua dalam organisasi Negara Republik Indonesia adalah propinsi, yang jumlahnya ada 27. Bank Pembangunan Daerah (BPD) dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah propinsi, dan lingkungan kerjanya adalah propinsi yang bersangkutan. Karena kurangnya dana jangka panjang dan tenaga ahli, maka sebagian besar pinjaman yang diberikan oleh BPD bersifat jangka pendek, dalam praktek BPD_BPD ini berfungsi sebagai bank komersial.
Beberapa Bank Pembangunan Daerah yang telah mapan memilki jaringan cabang-cabang sampai tingkat kabupaten.
Sangat sedikit bank swasta yang berkantor pusat di propinsi sebagian besar berkantor pusat di Jakarta. Bank-bank swsta menyukai Jakarta sebagai tempat kantor pusat mereka karena kota ini merupakan pusat utama sumber dana di Indonesia.

^ Di Tingkat Kabupaten
Satu propinsi terbagi atas beberapa kabupaten kemudian masing-masing dipecah lagi dalam beberapa kecamatan. Sampai saat ini belum ada lembaga keuangan yang ijinnya terbatas hanya untuk satu kabupaten, kecuali Bank Karya Produksi Desa (BKPD) yang didirikan pada pertengahan tahun 1960-an dan dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten. Bank-bank yang memiliki kantor di kabupaten adalah cabang dari bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang memiliki jaringan kerja nasional ataupun propinsi.

^ Di Tingkat Kecamatan
Ibukota kecamatan merupakan pusat penduduk di kawasan desa dan seringkali sekaligus menjadi pusat kegiatan bisnis orang-orang desa. Cabang-cabang bank dan organisasi keuangan lain yang berkantor di kecamatan dapat digolongkan sebagai pelaku-pelaku dari pasar keuangan pedesaan. Bank sekunder disebut juga “bank pasar” (atau bank pedagang kecil), kegiatan utama mereka adalah memberi pinjaman jangka pendek pada para pedagang kecil di pasar-pasar. Bank-bank pasar umumnya memiliki kantor di ibukota kecamatan. Sebagian besar bank pasar dimiliki oleh pihak swasta, tetapi beberapa diantara mereka dimiliki oleh pemerintah daerah. Dalam Undang-undang Perbankan tahun 1992, bank-bank ssekunder ini namanya diganti menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Walaupun bank-bank pasar melakukan kegiatan-kegiatan dari kantor-kantor yang terletak di ibukota kecamatan, mereka yakni bahwa mereka cukup dekat (berjalan kaki maupun mengendarai kendaraan) dengan desa-desa tempat nasabah mereka tinggal. Dilihat dari segi keuntungan, tingkat kegiatan ekonomi dan jumlah penduduk satu desa umumnya masih terlalu kecil untuk dimungkinkan pendirian satu cabang bank. Cara yang lebih efektif dilihat dari segi biaya (cost-effective) untuk meningkatkan pelayanan kepada penduduk pedesaan adalah membentuk unit-unit bank keliling atau pos-pos desa. Demikian pelayanan bank sampai kepada desa tetapi menjadi terbatas hanya beberapa jam setiap harinya atau hanya beberaoa hari setiap minggunya.

^ Di Tingkat desa
Bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan lainnya yang berkantor pusat tetap di desa pada umumnya berukuran kecil. Bank Kredit Desa dan Lumbung Desa, yang masing-masing aktif di Jawa Tengah dan Jawa Timur, merupakan bank sekunder yang didirikan oleh pemerintah colonial Belandapada tahun 1920-an sebagai bagian dari system perkreditan rakyat nasional (Verrijn Stuart 1934). Keduanya dikelola oleh pimpinan desa dan dimiliki oleh desa. Tugas utama mereka adalah memberikan pinjaman-pinjaman jangka pendek kepada orang-orang di desa itu. Peminjam diwajibkan menabung sebagian dari bunga yang dibayarkan olehnya, yang kemudian diperlakukan sebagai jaminan tunai jaminan tambahan tidak diperlukan.
Bank Kredit Desa dan Lumbung Desa adalah lembaga-lembaga yang murni dimiliki dan dikelola oleh desa. Pinjaman-pinjaman kecil disediakan dengan jadwal pembayaran kembali secar harian, 5-harian, mingguan, bulanan, atau musiman. Tim manajemen terdiri dari beberapa orang desa yang terpilih tim ini diketuai oleh kepak desa.


 Lembaga-lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)

Disamping bank-bank yang beroperasi di kawasan perkotaan dan pedesaan Indonesia, sejumlah lembaga keuangan bukan bank juga menyediakan jasa-jasa mereka kepada masyarakat. Lembaga-lembag ini berkembang sangat pesat selama tahun 1970-an dan sebagian besar 1980-an, ketika pemerintah mengatur dengan ketat pertumbuhan perbankan. Beberapa pemerintah propinsi memutuskan untuk mendirikan, pada tingkat propinsi, lembaga-lembaga jenis ini di daerah pedesaan dengan tujuan satu, menyediakan pinjaman bagi orang-orang miskin di pedesaan. Pada tahun 1992, terdapat lima lembaga keuangan seperti itu, yakni Lembaga Perkreditan Kecil di Jawa Barat, Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah, Lembaga Kredit Usaha Rakyat Kecil di Jawa Timur, Lumbung Putih Negeri di Sumatra Barat, dan Lembaga Perkreditan Desa di Bali.
Satu kelompok besar yang juga tergolong dalam lembaga keuangan formal dan beroperasi dipedesaan adalah koperasi. Koperasi-koperasi Unit desa (KUD) atau koperasi-koperasi serba usaha memperoleh ijin dan diawasi oleh Departemen Koperasi. Dengan bantuan pemerintah, KUD telah tumbuh menjadi suatu jaringan kerja yang luas. Pada tahun 1990 tercatat 7.408 unit terdaftar sebagai koperasi, tetapi mereka mengkhususkan diri hanya dalam kegiatan-kegiatan simpan-pinjam dikalangan anggota-anggota mereka sendiri setelah melalui seleksi yang ketat.


KESIMPULAN
Pemantauan secara menyeluruh dalam bab ini mengatur struktur dan profil sector perbankan di Indonesia, dan pulau jawa khususnya, dapat diringkas sebagai berikut:
1. Pasar keuangan pedesaan terdiri dari bank-bank dan lembaga-lembaga keuanagn bukan bank.
Ada dua jenis bank di Indonesia: pertama adalah bank-bank primer yang besar. Untuk sebagian besar mereka terdiri atas bank-bank komersial yang memiliki jaringan kerja di pedesaan dan kedua, bank-bank sekunder kecil, yang memiliki kantor pusat di kecamatan (bank pasar) atau desa (Bank Desa dan Lumbung Desa). Kelomppok lembaga-lembaga keuangan bukan bank dapat membedakan antara:
• Perusahaan-perusahaan milik Negara
Termasuk didalamnya kantor pegadaian, yang merupakan suatu perusahaan monopoli milik Negara, serta kantor pos. kedua jaringan kerja ini bermula dari jaman colonial. Kantor-kantor pos di Indonesia menerima tabunagn dari masyarakat.
• Organisasi yang dimiliki oleh pemerintah daerah priponsi
Jaringan kerja pedesaan ini didirikan pada tahun 1970-an oleh beberapa pemerintah daerah propinsi dengan maksud menyediakan pinajaman bagi orang-orang miskin di pedesaan.
• Organisasi-organisasi swasta yang disponsori oleh pemerintah
Termasuk kedalam golongan ini Koperasi Unit Desa, yang merupakan koperasi serba usaha yang berjumlah besar dan tersebar di seluruh daerah pedesaan Indonesia.
• Perusahaan-perusahaan swasta yang didirikan oleh kalangan rakyat biasa (grassroot level).
2. Informasi yang terkumpul mengenai keuangan pedesaan seringkali tidak mencukupi, ketinggalan jaman, dan tidak konsisten. Selain itu sejumlah data yang tersedia seringkali tidak boleh disebarkan atau tidak dapat dikutip secara bebas. Penelitian yang tidak berpihak mengenai permasalahan ini sebenaranya sangat diperlukan, tetapi tanpa bantuan otoritas moneter, lembaga-lembaga keuangan pada umumnya tidak akan bersedia bekerja sama dengan pihak peneliti.

Sumber : Martokoesoemo, besar Soeksmono.1995. Di Luar Batas Sector Perbankan dan Keuangan Formal Indonesia. Institut Bankir Indonesia. Jakarta

Rabu, 16 Maret 2011

PERTUMBUHAN INVESTASI DI INDONESIA

 1. Pendahuluan 
Saat ini para pengusaha maupun pebisnis-pebisnis lainnya semakin marak untuk berinventasi. Investasi (penanaman modal) itu sebagai simpanan untuk masa depan dan mendapatkan keuntungan. Investasi dapat berupa tanah, rumah, perkebunan, emas, dan lain-lain. Selain dapat menambah penghasilan seseorang, investasi juga membawa risiko keuangan jika investasi tersebut gagal. Kegagalan investasi disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah faktor keamanan (baik dari bencana alam atau diakibatkan faktor manusia), atau ketertiban hukum.
Nilai investasi di Indonesia sepanjang tahun 2008 baik investasi asing maupun dalam negeri tumbuh 15,5%, meskipun tengah terjadi krisis ekonomi global yang melanda dunia. Hal ini dikatakan oleh Kepala BKPM M. Luthfi ketika ditemui di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Senin (12/1/2009).        
“Tahun 2008 investasi di Indonesia kira-kira rumbuh 15,5% dibanding tahun 2007,” ujarnya.  Luthfi mengatakan dengan pertumbuhan sebesar 15,5% tersebut, maka pada tahun 2008 nilai Investasi di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
“Ya benar, nilai investasi kita memang yang tertinggi di Asia Tenggara, dijumlah US$ 17 miliar, itu 2008. Sedangkan Singapura hanya US$ 12 miliar,” tandasnya.
Mengenai proyeksi investasi di 2009, Luthfi mengatakan, menurut perhitungan BKPM nilai investasi masih bisa bertumbuh double digit meski pertumbuhannya tidak setinggi di 2008, apalagi pemerintah juga memberikan stimulus fiskal untuk mendorong perekonomian.
“Saya bilang begini, ada 3 sektor utama yaitu energi infrastruktur, manufaktur, bisa pangan dan non pangan, kalau dengan kemudahan yang diberikan lewat stimulus fiskal, hitung-hitungan kami bisa tumbuh double digit meski tidak setinggi 2008 ini. Jadi mungkin tumbuh double digit sekitar 10-11%, dengan berbagai insentif, stimulus dan kemudahan yang kita berikan, mudah-mudahan itu bisa mendapatkan nilai investasi yang lebih baik,” tuturnya. Menurutnya yang terpenting adalah pemerintah selain memberikan stimulus juga bisa menciptakan iklim investasi yang baik serta kepastian hukum.
“Tapi yang paling penting saat ini adalah komitmen pemerintah setidaknya untuk menjadikan negara ini penghasil barang setengah jadi, dengan adanya komitmen itu diharapkan komitmen itu bisa jalan lebih cepat,” tukasnya
Berikut adalah pembahasan tentang investasi (penanaman modal) dan pengertian dari PMDN dan PMA.

Pengertian Pasar Modal
Pada dasarnya pasar modal mirip dengan pasar-pasar lain. Untuk setiap pembeli yang berhasil, selalu harus ada penjual yang berhasil. Jika orang yang ingin membeli jumlahnya lebih banyak daripada yang ingin menjual, harga akan menjadi lebih tinggi bila tidak ada seorang pun yang membeli dan banyak yang mau menjual, harga akan jatuh.

Mungkin yang membedakan dengan pasar-pasar lain adalah mengenai komoditi yang diperdagangkan. Pasar modal dapat dikatakan pasar abstrak, dimana yang diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun.

Manfaat Pasar Modal
  • Memberikan wahan investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.
  • Menyediakan sumber pendanaan bagi dunia usaha dan alokasinya secara optimal.
  • Menyediakan indikator utama bagi tren ekonomi negara.
  • Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang bisa diperhitungkan.

Pengertian Investasi
Investasi adalah menanamkan tabungan dalam bentuk aset dengan harapan memperoleh hasil di masa yang akan datang. Aset tersebut pada umumnya berbentuk aset finansial, walaupun masih tersedia pilihan dalam aset riil seperti logam mulia, emas, persawahan, perkebunan, pabrik dan atau real estate. Aset finansial adalah surat-surat berharga yang merupakan klaim atas hasil aset riil.

3 elemen utama dari lingkungan investasi :
  1. Sekuritas (aset finansial)
Istilah sekuritas akan dipakai untuk merujuk pada bukti legal dari hak untuk menerima keuntungan di masa depan denga  kondisi tertentu. Ada empat jenis sekuritas dari hasil investasi tahunan : saham, obligasi, surat hutang Departemen Keuangan dan perubahan index harga konsumen.

  1. Pasar Sekuritas
Adalah mekanisme yang diciptakan untuk memberi fasilitas perdagangan aset finansial.

  1. Perantara Keuangan
Perantara keuangan yang juga dikenal sebagai lembaga keuangan, adalah organisasi yang menerbitkan klaim finansial terhadap diri mereka sendiri dan menggunakan dana dari penerbitan terutama untuk membeli aset keuangan pihak lain.

Ekonomi Indonesia di Mata Investor Asing
Investor akan tertarik menanam uang kalau suatu negara setidak-tidaknya memiliki pemerintahan yang stabil, hukum, peraturan yang jelas, serta kondisi ekonomi dan  moneter yang dapat mengakomodasikan kemajuan dunia usaha. Tingkat bunga suatu negara serta perubahan nilai tukar mata uang terhadap dolar di negeri tersebut akan menjadi dasar perhitungan investasi penanaman modal asing. Risiko nilai tukar dan risiko politik merupakan faktor untuk menanam auang di bursa sebuah negeri.

Investor asing tertarik menanam uangnya di bursa Indonesia sejak 1989 karena penilaian mereka terhadap kondisi politik, ekonomi, dan moneter mendukung tujuan utama mereka berinvestasi, yaitu mendapatkan keuntungan. Risiko nilai tukar cukup berat karena rupiah senantiasa terdepresiasi terhadap dolar dan risiko politik dinilai cukup stabil karena Presiden Soeharto masih dianggap sebagai ’orang kuat’ yang paling mampu menstabilkan kondisi ekonomi dan poitik di Indonesia untuk jangka waktu menengah.

Pertumbuhan Pesat
Awal April 1997, Bank Dunia menerbitkan sebuah buku yang berjdul World Development Indicators (WDI) 1997 yang antara lain berisikan table mengenai 10 negara yang berkembang dengan pesat (the emerging giants). Negara-negara tersebut adalah Cina, Brazil, Indonesia, Rusia, India, Meksiko, Argentina, Turki, dan Pakistan. Negara-negara tersebut menurut Bank Dunia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat dan terbuka kemungkinan untuk menjadi negara maju di dunia dalam waktu dekat. Berdasarkan data sampai tahun 1995, Indonesia berada di urutan keempat dari 10 ‘raksasa yang sedang berkembang’. Pertumbuhan GDP antar athun 1980 dan 1990 sebesar rata-rata 6,1% sedangkan antara 1990 dan 1995 sebesar rata-rata 7,6%.

Kebanyakan lembaga studi asing juga melihat kondisi ekonomi Indonesia tumbuh cukup pesat sampai 1998. Kondisi moneter yang tetap siap menekan inflasi dan permintaan domestik. Menurut laporan keuangan J.P. Morgan, yang dikeluarkan 3 Januari 1997, tingkat pertumbuhan konsumsi dan investasi yang melambat membantu usaha penurunan pertumbuhan impor. Pada sembilan bulan pertama tahun 1996, surplus perdagangan lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Diperkirakan pertumbuhan output cukupmantap, mengurangi risiko overheating dan terdapat perbaikan dalam neraca luar negeri dua tahun mendatang.

Sementara itu ekspor selama 1996 ditandai dengan melemahnya ekspor produk elektronik. Selama ini elektronik menyumbang 12% dari total ekspor Indonesia, sedangkan diversifikasi ekspor masih pada skala yang paling kecil dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi pergeseran perekonomian hingga beralih ke manufaktur, yang saat ini besarnya setengah dari komitmen Penanaman Modal Asing (PMA). Perluasan ke produk manufaktur akan mengurangi kontribusi ekspor tradisional, seperti plywood dan tekstil.

Lembaga ini memperkirakan, pengembangan ekspor tersebut akan membuat ekonomi lebih tahan terhadap gejolak harga komoditi dibanding pada masa lalu. Tetapi kunci proses melanjutkan pengembangan ekspor tersebut di masa mendatang adalah komitmen dan tindakan untuk lebih banyak melakukan reformasi perdagangan. Sedang dalam kebijakan nilai tukar yang lebih besar, pada kenyataannya, telah diberikan respon yang bagus menuju pergeseran struktural.

Liberalisasi investasi asing pada 1994 telah meningkatkan jumlah modal, baik PMA maupun impor modal lainnya. Retensi depresiasi sebesar 5% dolar AS terhadap nilai rupiah hanya akan memperbesar impor dan likuiditas domestik. Nilai tukar rupiah turun 0,6% terhadap dolar AS sejak Maret 1996.

Sementara itu, spread suku bunga terhadap dolar AS terus mengecil, saat ini tanda-tanda untuk mengurangi tekanan overheating  telah memudahkan suku bunga dalam negeri untuk menyesuaikan diri. Melemahnya pergeseran telah merefleksikan penurunan 50 basis poin pada suku bunga SBPU. Memperbaiki kondisi ekonomi dan menaikan likuiditas akan memperluas trend dalam melewati dua tahun yang akan datang.

Pada tahun 2010, pertumbuhan investasi pada triwulan II menunjukan angka yang menggembirakan. Tak cuma berasal dari investasi domestik, dari luar negeri juga berdatangan. Itu sebabnya pemerintah berani melansir pertumbuhan investasi pada level lebih dari 40 persen.

Bandingkan dengan investasi pada triwulan I. Saat itu, nilai investasi yang tercatat 42,1 triliun rupiah dengan pertumbuhan 24,56 persen. Pertumbuhan investasi triwulan I lebih didorong oleh Penanaman Modal Asing (PMA). Realisasi PMA pada triwulan I tercatat sebesar 3,8 miliar dollar AS atau 35,4 triliun rupiah, sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 6,7 triliun rupiah. “Triwulan I memang lebih didorong oleh PMA karena PMDN turun. Namun pada triwulan II PMA dan PMDN tumbuh positif sehingga pertumbuhan investasi lebih dari 40 persen,” jelas Gita. Diungkapkan Gita, beberapa investor asing sudah merelokasi industri mereka ke Indonesia. “Alas kaki, elektronik, dan beberapa industri lain sudah mulai merelokasi industri. Semangat dan kepercayaan dari investor luar negeri terhadap iklim investasi di Indonesia sudah membaik,” kata dia. Dengan begitu, lanjut Gita, pertumbuhan investasi pada 2010 sangat mungkin berada di atas target pemerintah. “Target pemerintah kan hanya 15 persen. Jadi pencapaian sampai triwulan II baguslah, membawa udara segar,” ujar dia.

Anggota Komisi VI DPR-RI Hendrawan Supratikno meminta peningkatan daya saing menjadi fokus utama pemerintah dengan mengurangi biaya ekonomi tinggi. Daya saing perusahaan di tingkat korporasi biasanya cukup bagus, namun pada level industri mengalami penurunan karena tidak didukung sumber energi yang memadai dan tidak terintegrasi dari hulu ke hilir.

“Apalagi di level nasional, daya saing sulit terwujud karena lemahnya koordinasi antar-instasi di pemerintahan dan lembaga,” tegas Hendrawan. Ia mencontohkan Indonesia memiliki kebun sawit yang luas, kebun kakao, penghasil rumput laut, namun industri masing- masing subsektor tersebut tidak memadai.

“Pengusaha tekstil sering kali mengeluh karena tekstil dan produk tekstil bisa dengan mudah dan harga murah masuk ke Indonesia,” kata Hendrawan. Wakil Ketua Umum Bidang Investasi dan Perhubungan Kadin Chris Kanter mengatakan dunia usaha selalu sejalan dengan kebijakan pemerintah.

“Jika pemerintah berpihak pada dunia usaha, jangankan untuk daya saing, tingkat pertumbuhan ekonomi nasional pun akan cepat terdongkrak,” tegasnya. Sebaliknya, jika tidak ada keberpihakan, tentu dapat berdampak pada peningkatan angka penangguran selain melonjaknya harga produksi karena naiknya beban operasi perusahaan.

“Untuk pasar ekspor dipastikan tidak kompetitif. Sedangkan untuk dijual pada pasar dalam negeri sangat tergantung daya beli masyarakat,” tegas Chris. Ia mengakui mengapa produk seperti dari China bisa dijual dengan harga murah. Industri di dalam negeri mereka mendapat kemudahan seperti bunga rendah, fasilitas ekspor, dan infrastruktur yang memadai. “Kalau berbagai fasilitas itu setara dengan yang diperoleh industri dalam negeri, pasti produk Indonesia bisa bersaing,” katanya. Ekonom Danareksa Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan angka pertumbuhan investasi yang dirilis BKPM belum tentu menunjukkan pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

“Kalau pertumbuhan investasi disebutkan 40 persen, belum tentu PMTB juga tumbuh 40 persen,” ujar dia. Akan tetapi, lanjut Yudhi, pertumbuhan investasi yang di atas 40 persen menggambarkan pertumbuhan PMTB yang lebih baik.

“Pada triwulan I pertumbuhan investasi sekitar 24 persen dan PMTB tumbuh sekitar tujuh persen. Jadi kalau pertumbuhan investasi triwulan II di atas 40 persen, maka bisa jadi pertumbuhan PMTB mencapai dua digit,” papar dia. Peningkatan investasi, tambah Yudhi, didukung dengan kondisi ekonomi domestik yang terjaga.
PMDN dan PMA
PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN)
UU Nomor 6 Tahun 1968 Jo
UU Nomor 12 Tahun 1970
Pengertiannya :
Pasal 2 :
Yang dimaksud dalam undang - undang ini dengan "Penanaman Modal Dalam Negeri" ialah Penggunaan dari pada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan UU ini.
PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
UU Nomor 1 Tahun 1967 Jo
UU Nomor 11 Tahun 1970
Pengertiannya :
Pasal 1 :
Penanaman modal asing di dalam undang - undang ini hanyalah Penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan - ketentuan undang - undang di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.
Pengusaha dalam negeri dan pemerintah bersepakat untuk meningkatkan investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) hingga 10 kali lipat dari periode 2009-2014, yaitu dari US$ 3 miliar menjadi US$ 20-30 miliar.
“Bukan hanya di dalam kepentingan bagaimana mengundang investasi dari luar masuk besar-besaran dan dorong industri dalam negeri yang targetnya US$ 3 miliar sampai 2014 diharapkan sampai US$ 20-30 miliar itu kita bahas dan sepakati, sama-sama mendorong,” kata Wakil Ketua Kadin Bidang Investasi Chris Kanter saat ditemui usai acara Kadin Business Support Desk briefing, Jakarta, Senin (7/12/2009).
Chris menjelaskan salah satu instrumen yang akan mendorong target tersebut adalah upaya revisi ketentuan daftar negatif investasi (DNI) yang saat ini sedang dibahas pemerintah dengan pengusaha. Revisi DNI ini nantinya bukan hanya mendongkrak investasi dari luar namun juga bisa meningkatkan investasi dalam negeri (PMDN).
“Kita sepakati di dalam revisi akan bahas dengan sektor-sektor, akan dilakukan secara komperhensif,” jelasnya. Ia menambahkan kemungkian hasil revisi dari DNI akan keluar dalam waktu dekat meskipun pemerintah dan pengusaha tidak berani menargetkannya. Seperti diketahui revisi DNI sudah bergulir sejak sebelum pemilu, namun pada saat pemilu mengalami penundaan.
Tidak ada target, tapi targetnya mencapai dua hal yaitu mengundang sebesar-besarnya investasi asing dan menumbuhkan industri dalam negeri agar bisa tumbuh pesat. Seperti diketahui realisasi investasi PMDN sepanjang Januari-Oktober 2009 mencapai Rp 32,47 triliun atau naik 104,5% sedangkan total investasi luar negeri atau asing (PMA) mencapai US$ 89,28 miliar atau mengalami penurunan 28,8% dari periode yang sama pada tahun 2008 lalu.
Empat tahun terakhir kondisi komponen investasi kecenderungannya mengalami kondisi yang relatif tidak stabil. Pertumbuhan tertinggi investasi terjadi pada tahun 2004 yakni 14.1 persen. Namun setelah itu mengalami kemerosotan yang hanya mencapai 10,89 persen pada tahun 2005, kemudian 2,54 persen pada tahun 2006 dan hanya 9,15 pada tahun 2007. Padahal, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan mampu memberikan dampak multiplier yang besar dalam kerangka penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, komponen investasi harus memiliki peranan pertumbuhan yang sangat berarti sebagai komponen yang sangat berpengaruh.
Sebaiknya pemerintah menggenjot pertumbuhan investasi hingga 10 persen pada 2011 sehingga bisa memenuhi target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen. Pertumbuhan investasi diperlukan guna memenuhi target pertumbuhan ekonomi 6 hingga 6,3 persen sesuai rencana pembangunan jangka menengah nasional 2010. "Semua hal-hal yang strategis untuk Indonesia yang akan asing dibatasi," katanya.Gita menambahkan, revisi DNI akan membantu para investor untuk menciptakan iklim usaha kondusif dan menghindari ketidakpastian
Referensi :
- Panji Anoraga dan Piji Pakarti, "Pengantar Pasar Modal" (buku Univ.Gunadarma)
- E.A Koesin, "Pasar Modal Indonesia" (buku Univ.Gunadarma) 
-  http://www.inhu.go.id/info_pm02.php
- http://www.medantalk.com/pertumbuhan-investasi-asing-tahun-2008-mencapai-155/

Anggota kelompok :
- Rachmi Putri Lestari (25210508) 
- Riyani Puspa Pembayun (26210085) 
- Dini Triana (22210079)
- Fitri Sabrina (22210840)




Senin, 21 Februari 2011

Pembangunan Ekonomi dan Pinjaman luar Negeri

PENDAHULUAN
Kembali kepada masalah pembangunan ekonomi beserta dengan pembiyayaannya. Pinjaman luar negeri biasanya timbul karena suaru Negara mengalami kekurangan capital karena sumber-sumber dana di dalam negeri memang Cuma sedikit. Bagi Negara-negara sedang berkembang yang ingin mempercepat laju pertumbuhan ekonominyayang kemudian dapat menyamai tingkat hidup di Negara-negara yang sudah maju, investasi dalam jumlah yang cukup besar perlu di jalankan, sehingga hasilnya tidak akan hanya diserap oleh pertambahan penduduk saja.
Kalau suatu Negara mempunyai pinjaman, maka pengelolaan dari pinjaman Negara itu sangat penting demi kestabilan dan pertumbuhan dari pendapatan nasional. Adapun peranan pinjaman Negara dalam pembangunan ekonomi semakin meningkat apabila penerimaan Negara yang berasal dari sumber-sumber lain terlalu kecil untuk menutup pengeluaran-pengeluaran atau karena terlalu kecilnya dana tabungan yang tersedia untuk investasi. Tabungan di Negara-negara yang sedang berkembang rendah karena adanya lingkaran setan yang tak berujung pangkal (vicius circle) di Negara-negara tersebut bahwa Negara-negara itu miskin karena miskin. Dengan rendahnya dana tabungan yang ada dalam masyarakat maka pembangunan tak dapat dipercayakan kepada kemampuan swasta sehingga pemerintah terpakasa lebih aktif dalam mengusahakan berhasilnya pembanguna ekonomi di Negara-negara tersebut. Pemerintah-pemerintah di Negara sedang berkembang sangat aktif dalam usaha mengejar ketinggalannya terhadap Negara-negara maju.
Oleh karena itu kegiatan-kegiatan pemerintah semakin meningkat dengan berbagai program dan proyek pembangunan sehingga jelas bahwa pengeluaran-pegeluarannya juga meningkat.
ISI
>Pinjaman Luar Negeri Sebagai Sumber Kapital
Di Negara-negara sedang berkembang, kemungkinan bagi akumulasi capital terbatas karena di samping rendahnya produktivitas juga karena tingginya tingkat konsumsi baik untuk sector swasta maupun sector pemerintah yang di sebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan adanya efek pamer (international demonstration effects). Untuk dapat melaksanakan pembangunan ekonomi denagn baik dan karrena tersedianya barang-barang dan jasa di dalam negeri, mak diperlukan impor baik yang berupa impor bahan dasar maupun barang-barang capital termasuk pengetahuan teknik dan ahli-ahlinya. Agar supaya dapat memgimpor barang-barang tersebut, Negara-negara sedang berkembang harus memiliki devisa yang cukkup banyak dan untuk memdapatkan devisa itu, langkah pertama ynag harus di tempuh ialah meningkatkan kemampuan ekspor, dan cara yan g lain ialah mendapatkan bantuan luar negeri. Akan tetapi ekspor Negara-negara sedang berkembang sebagian besar berup produksi primer, sehingga penerimaan devisa dari hasil ekspor terlalu rendah disbanding dengan kebutuhan-kebutuhan impornya.
alasan mengapa barang-barang primer memberikan penerimaan devisa yang rendah adalah karena :
a. Rendahnya Elastisitas Permintaan
b. Ketidakstabilan Harga
c. Memburuknya Nilai Tukar
d. Penggunaan barang-barang Sintetis dan Barang-barang Substitusi
e. Tariff dan Kuota
>Pemilihan Antara Pinjaman dalam Negeri dan Pinjaman Luar Negeri
Kegagalan dari tabungan dalam negeri guna menghadapi kebutuhan investasi, sserta kegagalan penerimaan Negara dari sumber di dalam negeri dalam melayani pengeluaran Negara, menyebabkan peranan pinjaman Negara menjadi meningkat. Pinjaman Negara ini seperti telah di katakan dapat berupa pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Apabila perbedaannya hanya karena perbedaan sumber atau asal bantuan, maka tidak akan sulit untuk melakukan pemilihan di antara mereka. Bagi Negara-negara yang kaya tingkat tabungan di Negara itu biasanya sudah tingkat tinggi, tetapi mungkin penerimaan pemerintah relatif rendah dan tidak cukup untuk menutup pengeluarannya. Hal ini menunjukan bahwa masih ada masalah pemilihan mana yang lebih baik untuk ditempuh untuk membiayai pengeluarannya apakah pinjaman dari luar negeri ataukah pinjam dari dalam negeri.
Pemilihan tersebut memerlukan beberapa pertimbangan berhubungan dengan sifat-sifat pinjaman itu seperti yang pernah di sebutkan di depan.
a. Pada Masa Penerimaan Pinjaman
b. Pada Masa Pembayaran Kembali Pinjaman
c. Kapasitas Meningkatkan Pendapatan Nasional
d. Tersedianya Dana dari Pinjaman dalam Negeri

>pinjaman Luar Negeri Dan Inflasi
Indonesia jelas termasuk dalam Negara-negara yang sedang berkembang dan rrencana pembangunan ekonomi Indonesia selalu dideking oleh pinjaman-pinjaman luar negeri oleh karena kurangnya dana capital di negeri tersebut. Aspek utama pinjaman luar negeri di setiap Negara adalah sama, tetapi cirri-ciri dari perekonomian Indonesia pada masa-masa sebelum tahun 1968 adalah inflasi yang cepat yaitu “hyper inflation” dan bahkan “sky-rocketing inflation”, sehingga akibat dari pinjaman-pinjaman luar negeri itu berbeda dengan di Negara-negara lain.
Pinjaman luar negeri berdasarkan pengalaman Indonesia dapat di gunakan untuk membendung inflasi melalui penggunaannya untuk mengimpor barang-barang baik barang konsumsi maupun alat-alat capital, sehingga harga-harga akan tetap kalau tidak bahkan menurun. Hal ini disebabkan karena sifat inflasi di satu pihak adalah adanya kebanjiran tenaga beli sebagai akibat dari besarnya pengeluaran pemerintah yang mencerminkan dalam deficit anggaran belanja dan di lain pihak adanya kekurangan barang-barang dan dari jasa-jasa. Memang kalau sebagian dari pinjaman luar negeri itu dipergunakan untuk mengimpor barang-barang modal, ini akan meningkatkan pendapatan nasional, melalui akibat pengganda dari pengeluaran pemerintah maupun investasi nasional. Tetapi sayangnya peningkatan dalam pendapatan nasioal itu tidak bersifat permanen dan segera akan berakhir, sedangkan pinjaman beserta dengan akibat-akibatnya akan tetap ada untuk jangka yang lama. Hal itulah yang merupakan sumber dari timbulnya masalah pinjaman. Terutama dalam masa inflasi, meskipun terdapat keuntungan yang besar dalam masa inflasi itu, tetapi akan ada suatu perbedaan harga antara harga barang-barang dalam negeri dan barang-barang impor dan biasanya barang-barang impor memiliki kualitas yang lebih baik dan harga-harga yang relatif lebih murah daripada barang-barang hasil produksi dalam negeri. Akibatnya ialah kenaikan-kenaikan dalam pendapatan nasional akan digunakan untuk mengimpor barang-barang tersebut (terutama barang-barang konsumsi) dan tidak akan ada yang ditabung, karena nilai mata uang itu selalu menurun. Dengan demikian pinjaman luar negeri hanya sekedar menciptakan beban baru, bagi Negara yang mengalami inflasi tersebut, setelah menolong untuk sementara.
>Kapasitas Untuk Membiayai Pinjaman Luar Negeri
Pinjaman luar negeri memiliki atau menghadapi beberapa rintangan atau pembatasan. Batasan umum adalah mengenai kapasitas Negara pinjaman tersebut untuk membayar kembali pinjaman dan bunganya di masa yang akan dating. Di Negara sedang berkembang, oleh karena lambannya pertumbuhan ekspor hasil-hasil produksi primer, penerimaan devisa dari hasil ekspor itu dipergunakan untuk mengimpor barang-barang yang perlu bagi pembangunan ekonominya dan hanya jumlah tertentu yang dipakai untuk membayar kembali pinjaman dan bunganya.
Sebenarnya pelunasan pinjaman luar negeri itu dapat dicapai melalui penarikan pajak, tetapi karena rendahnya tingkat pendapatan di Negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia, maka untuk membayar pinjaman dalam bentuk bunga dan cicilan pokok pinjaman dengan penerimaan dari pajak saja sangat tidak cukup karena untuk menutup pengeluaran-pengeluaran rutin Negara saja kadang-kadang tidak cukup pula. Oleh seba itu maka Indonesia mengundur pembayaran utangnya.
>meringankan Beban Pinjaman
Beberapa tindakan telah diambil untuk meringankan beban pinjaman ini di antaranya melalui harus konsorsiuim bantuan (aid consortia). Sebagai missal pinjaman Pakistan sebesar $990 juta ditentukan kembali saat pengembaliannya (reschedule), India menerima $1,25 miliar peringanan pinjaman antara 1968 dan 1976 dari konsorsium bantuan (aid consortia) terutama untuk memperbaiki kualitas pada saat pembayaran “debt service” yang membatasi India untuk mencapai sumber-sumber devisa luar negeri. Biasanya peringanan beban pinjaman ini diperpanjang untuk periode 12 sampai 18 bulan dengan syarat Negara debitur harus menterapkan program stabilisasi yang disetujui oleh dana moneter internasional IMF (Internasional Monetary Fund).

KESIMPULAN
Di dalam mencari pinjaman luar negeri, suatu Negara hendaknya bersikap hati-hati yaitu mencari pinjaman dengan syarat-syarat yang termurah secara relative dalam perbandingannya dengan hasil produksi yang dapat diciptakan dari pinjaman tersebut. Dalam jangka pendek kapasitas memikul bebab utang itu sangat dipengaruhi oleh fluktuasi dalam perdagangan internasional dan dalam jangka panjang adalah sulit untuk menentukan karena tergantung pada berhasilnya pembangunan ekonomi.
Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia secara berangsur-angsur harus membayar utang yang telah diatur sedemikian jauh. Pinjaman-pinjaman baru hendaknya dalam jangka yang cukup pendek dapat memberikan hasil yang dapat menunjang pembayaran utang-utang yang telah ditunda itu. Syarat-syarat seperti itu merupakan batasan yang kaku untuk menggunakan pinjaman luar negeri. Ini berate bahwa cara yang paling meguntungkan pada saat itu untuk memperbaiki ekonomi Indonesia adalah melalui penarikan modal asing untuk ditanam di Indonesia. Akhirnya pinjaman luar negeri hendaknya digunakan hanya pada bidang-bidang kegiatan yang jelas-jelas tidak menarik bagi investor swasta asing.

Sumber : Suparmoko,M.”Keuangan Negara”, BPFE-Yogyakarta, Purwokerto-2000